Wednesday, January 6, 2010

                                           Source : www.eduinreview.com/blog/wp-content/uploads/2...

1986, kala itu hari-hari awalku di taman kanak-kanak. Bangga sekali rasanya, kusandang kotak makananku dan botol air minum yang terisi penuh. Tiap hari kuisi penuh botol air minum itu sebelum berangkat, ada kedekatan antara aku dan botol itu. Tak bisa kujelaskan secara pasti, tapi tanpa botol itu rasanya ada yang kurang saja.

2006, kala itu hari-hari awal adik bungsuku masuk sekolah dasar. Setiap kali orang tua kami menyarankan adikku mebawa botol minuman seperti kakak-kakaknya, setiap kali itu juga adikku menjawab “mendingan beli minuman botol di sekolah ma, mudah dan keren” kurang lebih itu yang kuingat dari jawaban adikku dulu.

Dua peristiwa di atas hal biasa, dua peristiwa yang dialami dua individu yang mewakili zamannya, berjarak dua dekade. Tak ada yang istimewa dari dua kejadian itu. Zaman berubah cara hidup anakpun berubah, begitulah kira-kira kalimat yang bisa mewakili dua peristiwa di atas; dari air minum di botol yang setiap hari sekolah diisi dan air minum yang langsung dibeli dengan botolnya habis itu botol langsung bisa dibuang. Pilihan kedua lebih praktis dan modis. Ya, wajar saja zaman menuntut begitu.

Tapi pertanyaan iseng saya, apa betul zaman menuntut begitu ? apa betul air dalam kemasan itu kebutuhan kita ? Kata tuntutan zaman, kadang-kadang telah menjadi semacam azimat manjur untuk menutup laju pikiran kita terhadap hal-hal yang kita anggap kecil itu. Prihal air di dalam botol itu hanya satu contoh saja dari sekian banyak hal-hal yang kita anggap kecil tadi.

Atas nama zaman yang berubah, beli nasi lebih keren dan berwibawa kalau pakai dus dari karton atau dari steryoform ketimbang berbungkus daun pisang atau berbungkus kertas koran. Berbelanjapun lebih efisien dan nyaman di superstore atau supermarket yang kita leluasa memilih segala sesuatu kebutuhan dibanding berbelanja di pasar tradisional yang tak nyaman dan susah prosesnya. Jadilah bila berbelanja di supermarket sesuatu yang sejatinya bukan kebutuhan tiba-tiba saja seolah menjadi kebutuhan karena kebetulan ada potongan harga 10% . Apalagi kalau tulisannya clearance sale… sampai-sampai tengah malampun didatangi tuh supermarket, maklum ada midnight sales yang konon potongan harganya hingga 70%. (kalau istriku baca tulisan ini, jangan-jangan dia akan menuduh ini pikiran sesat yang hanya akan melegitimasi suaminya yang ogah-ogahan kalau di ajak berburu barang diskon..)

Begitulah, zaman menuntut . Balik ke cerita soal air di dalam botol tadi. Apa sih sesungguhnya yang kita beli ? air ? rasanya bukan, botolnya ? kayaknya gak juga. Terus apa dong ? Ada nilai yang lebih mahal dari nilai air atau botolnya, gengsi ! Itulah sesungguhnya yang kita beli dari air di dalam botol itu. “Ah, nggak tuh. Aku beli air mineral kemasan, karena emang aku butuh aja”, “Kalo eke sih beli minuman begono, yee karena emang eke demen”,” I’m not agree, it’s not about prestige but efectiveness”.

Seratus satu alasan kita memilih minuman dalam kemasan. Kalau emang kita suka, demen atau merasa efektif. Terus apa dong bedanya dengan bawa botol dari rumah yang sudah diisi sendiri, airnya di masak sendiri. Sama-sama pakai botolkan ? sama-sama ada airnya kan ? “yeee..beda dunk, air dimasak sendiri belum tentu bersih, udah gitu ribet pake masak air, udah gak zaman’a kalee”.

Kalau lihat alasan-alasan yang bisa kita jejerkan untuk membenarkan kebiasaan kita meminum air mineral dalam kemasan yang kita beli. Rasanya pilihan itu memang benar, gak ada salahnya bahkan nyaris tak terbantahkan urgensinya. “hari gene bawa-bawa botol dari rumah..? idiiiih nora’ lho”. Bener juga tuh orang, jadi merasa gak gaul n’ funky nih penulis,katro’.

Luar biasa !! Kemampuan korporasi produsen air mineral dalam kemasan itu menguliti kesadaran manusia postmodern ini. Lengkap citra yang dibangun. Bahwa air dalam kemasan = sehat, bersih, mudah, keren, dan lain-lain dan lain-lain. Benarkah citraan (baca sangkaan) yang dibangun atas air mineral dalam kemasan itu ? Bisa benar dan sangat bisa salah. Sayangnya propaganda yang dilakukan terus menerus terutama oleh televisi yang disebut Garin Nugroho (2005 : 160-161) sebagai anak emas teknokapitalis telah membutakan pikiran kita dan menganggap citraan yang diprasangkakan itu sebagai sebuah kebenaran tak terbantahkan. Pikiran bawah sadar kitapun dengan reflek mengiyakan citraan-citraan itu. Bergeraklah citraan menjadi kebenaran. Jadilah kita masyarakat hyperealitas, tak lagi bisa memilah batas antara fakta dan citra.

Perbincangan soal air dalam kemasan ini terlalu remeh temeh, gak bonapid (“gak salah tuh ejaannya…. “, “Biarin aja yang penting keren” hehehhe). Di zaman yang udah canggih gini masak capek-capek mikirin air ma botol. Mikir negara ke’, mikir masa depan ke’ atau mikir prospek bisnis. Ya, emang zamannya dan makin maju; mana menarik berbincang hal-hal kecil yang konyol begini kali ya ? Segala air ama botollah dibahas, kayak gak ada kerjaan lain. Heeeemmm. Bener juga..TAPI………………..

ADA TAPINYA NIH. Gelagat kapitalisme yang berkembang bercirikan kemampuan menguasai proses konsumsi. Terjadi perluasan, dari sekedar menguasa proses produksi melebar menguasai proses konsumsi pula. (Ritzer dalam Teori Sosial Postmodern, 2005;374) Visi global kapitalisme hari ini mengeksploitasi konsumen. Tak percaya ? coba pikir;kartu kredit, belanja online, phone shop, mall, diskon. Bisakah orang-orang hari ini hidup tanpa hal-hal di atas ? Rasanya lebih banyak yang memilih jawaban “Tak Bisa”. Sebenarnya banyak yang bisa hidup tanpa hal-hal di atas, bahkan era 90-an hanya segelintir orang saja yang sudah bersentuhan dengan itu. Tapi sekarang, jangan tanya. Anak SD hingga veteran perang vietnam terbiasa dengan aktivitas yang terkait hal-hal di atas itu. KITA DIPAKSA BELANJA.
Inilah kedigdayaan kapitalisme dalam merayu massa. Kita dirayu tanpa sadar. Rayuannyapun luar biasa dahsyat. Tak sekedar diberi janji-janji dan citraan, tapi kita dipermudah bahkan sangat leluasa mengakses instrumen yang “memaksa” kita belanja. Inilah kemenangan yang paling heboh dari kapitalisme dalam dua dasawarsa terakhir. Ledakan konsumsi !!

“Halah, koq nggaya kowe..ngomong-ngomong soal kapitalisme po yo mendingan ngomongke rego saham po bisnis forex luwih jelas hasile ketimbang mbengok sing ora nggenah..” (Halah, kok kamu bergaya,bicara-bicara soal kapitalisme mendingan bicarakan soal harga saham atau bisnis forex lebih jelas hasilnya daripada teriak-teriak gak jelas). Itu reaksi temanku yang orang Jogja waktu kutelpon malam-malam dan kuajak bicara soal air berbotol atau botol berair.. Benar juga temanku itu, ngomongin kapitalisme itu gak jelas. Itu lagi kehebatan kapitalisme, munculnya selalu tidak jelas, multiidentity, samar dan berbaur. Kondisi ketidakjelasan inilah yang memudahkan praktik-praktik kapitalisme mudah dan gampang diterima.

Mari kita bicara tanpamembawa-bawa kapitalisme itu,terlalu berat, mumet (pusing), pening. Serba salah jadinya penulis,tadi bicara botol dan air dibilang terlalu ringan, gak bonapid  sekarang bicara soal kapitalisme dituduh bikin pusing, keberatan. Jangan-jangan kita ini memang sudah malas berpikir ya ? Mau berat, mau ringan ya malas mikirnya. Hehehehhe. Mau menuduh kapitalisme juga sebagai biang keladinya ? Ah enggak ah nanti banyak yang keberatan. Di tambah lagi aku tak paham seluk beluk teori seputar kapitalisme ini.

Satu hal yang kupahami dari kehidupan hari ini. Ikut arus utama itu lebih mudah. Kalau orang kebanyakan minum dengan membeli air dalam kemasan ya ikutan aja, kalau orang-orang naik motor atau mobil berangkat ke sekolah ya ikutan aja, ngapain jalan kaki atau naik sepeda dan ikut-ikutan dalam hal-hal lainnya. Menjadi pengikut arus utama itu memudahkan karena kita tak pelru lagi mikir-mikir. SEMUA ORANG JUGA BEGITU…. 

Balik ke soal air berbotol atau botol berair itu. Maka kalau kebutuhan dasar kita itu adalah air untuk diminum jawaban yang benar adalah air berbotol. Terpenting airnya, bukan botolnya. Frasa air berbotol menunjukkan air sebagai subyek, maka airlah yang utama. Tapi kalau anda meminun botolnya maka Botol berair jawabanya. Terserah mau minum air atau minum botol ?
Kalau anda masih waras, pasti anda milih air berbotol. Jika demikian, pastikan botol kepunyaan anda berisi air yang dibawa dari rumah (Kecuali pada saat botolnya sudah mulai tak bisa dipakai ya tak masalahlah beli botol berair), kalau anda memilih botol berair, teruskanlah perilaku membeli air minum dalam kemasan. … Tabik !

Ups…hampir lupa mau bilang maaf ke produsen air mineral, bukan maksud hati merusak pasar kalian yang sudah menggurita ini. Bukan pula maksud hati saya menyepelehkan kerja keras tak kenal pamrih kaliah dalam prihal kepedulian sosial dengan mendekatkan air ke masyarakat di Kabupaten Soe NTT itu…  Tulisan ini hanya ingin mencolek pikiran saya dan orang yang sudi dicolek lainnya. Lagipula gurita anda-anda tak akan goyah oleh tulisan mungil ini…. PISS

Hzr – Banda Aceh, 04.45 WIB

Popular Posts