Thursday, August 23, 2018




Bagiku menulis butuh alasan, mungkin bagi banyak orang menulis ya menulis, proses kreatif yang tak membutuhkan alasan. Aku setuju dengan hal ini. Aku bisa menulis tanpa alasan, sekedar menulis, tapi biasanya menulis tanpa alasan cenderung nir-rasa, nir kedalaman. Sekedar abjad yang tersusun membentuk kata, membentuk kalimat.

Alasan bisa apa saja; rindu, cinta, benci, marah, luka bisa apa saja. Getaran akan terasa pada tulisan yang hadir karena alasan, buktikan saja. Aku pernah menulis karena rindu, kata mengalir bagai arus Batanghari yang mengalir deras. Jadi teringat kota satu itu, ah kota dengan kenangan yang tak pernah padam. Kalau hidup ini adalah sebuah putaran, ingin berputar ke titik itu lagi, kemudian menjalaninya dengan presisi tanpa emosi.

Jambi adalah keseimbangan, sebuah kota dimana budaya Minang dan Palembang berjumpa dalam keindahan. Harmoni antara atmosfer pegunungan dan pesisir, Jambi, kota romantis yang bergerak pelan dalam pusaran zaman.

Kembali ke soal tulisan, menulis memang bukan perkara mudah bagi sebagian orang tapi seperti sarapan saja bagi orang-orang yang menggelutinya; mudah dan nikmat. Bagiku menulis adalah soal keinginan, kalau lagi ingin ya terasa mudah, kalau sedang tak ingin seretnya sungguh terasa.

Perjalanan dan perjumpaan, kadang memberi inspirasi bagi kita untuk menulis, tapi pada akhirnya keinginanlah yang menjadi penentu. Sehebat apapun perjalanan dan seluar biasa apapun ketika keinginan tak ada mewujudkannnya dalam tulisan, nihil. Tapi sesederhana apapun perjalanan jika keinginan kuat, ia bisa mewujud menjadi tulisan yang menggetarkan. Sapardi Djoko Damono, bisa menghadirkan tulisan dengan bobot yang melintasi zaman di “Hujan Bulan Juni”, semua dari perisitiwa-perisitiwa sederhana yang tiap hari kita jumpai; hujan misalnya.

Seseorang berkata, menulislah untuk dirimu, bisa jadi menulis juga adalah terapi. Terapi untuk menjaga kewarasan dalam hidup yang makin keras. Terapi untuk menjaga ketabahan, tabah atas tiap cobaan.

Banyak tulisan yang mengubah kehidupan, banyak pula tulisan yang terserak tanpa pernah sampai ke tangan pembacanya.

Kini dunia memang dipenuhi oleh serakan informasi, digitalisasi media, membuat menulis mengalami revolusi, kata-kata terserak tanpa kaidah lagi, bebas dan vulgar. Zaman now dengan social media sebagai urat nadi membuat tulisan menemukan bentuk barunya; cepat, singkat dan tak beraturan. Semua saling silang dalam kehidupan kita hari ini. Kedalaman menjadi sesuatu yang langka di sosial media.

Penulis-penulis dengan kedalaman yang coba mengikat hikmah dibalik tiap kalimat yang meluncur, kehilangan panggung di sosial media. Mereka yang segar dan sedikit vulgar yang biasanya cepat menjadi figure utama di sosial media.

Tulisan tanpa arah ini sekedar menjadi pembuka kran tulisan di blog yang hidup segan mati tak mau ini. Salam untuk orang-orang tercinta yang membuat hidupku selalu ada warna.

Popular Posts