Sunday, March 26, 2006

Ruby Fox Nelson, satu anak muda langka. Mungkin kita tak pernah membayangkan bagaimana ia berpikir untuk mengumpulkan dana demi sesuatu yang bagi kebanyakan anak muda "sangat aneh". Banyak anak muda yang membanting tulang mengumpulkan keping demi keping uang, untuk apa ? beli HP, nonton di bioskop, beli baju baru dan sebagainya.
Tapi, Ruby berbeda...ia kumpulan uang cari cucuran keringatnya tersebut untuk didonasikan bagi konsevasi orang hutan.
Sungguh aduhai anak muda satu ini, kalaulah kita (orang dewasa) mau bercermin tentu wajiblah kita malu. Orang-orang dewasa bukankah berpartisipasi ikut menyelamatkan bumi tapi justru ikut andil membuat bumi makin tak nyaman. Beramai-ramai manusia serakah mengeksplotasi isi bumi tanpa peduli nasib bumi itu sendiri. Berharap untung dari bumi tapi tak mau menjaganya...aneh betul manusia. Lihat betapa luas hutan kita dihabisi demi perut, lihat pula betapa tak bijaknya kita dalam menangani sampah. Tak bisakah kita berhemat mengeluarkan sampah *-reduce-recycle-reuse-*.
Semoga kita bersegera diri ikut merawat bumi yang diamanahkan Allah kepada kita...akankah kita ingkar atas apa-apa yang diamanahkan pada kita :
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,
supayaAllah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (jalan Allah)"
(Q.S. Ar Ruum ; 41)
Akhirnya, begitu jelas peringatan di atas....lalu ???? mari rawat bumi ini. Kalau tidak benarlah ucapan Mahatma Ghandi
"Isi bumi ini sesungguhnya cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan umat manusia, tetapi
tak akan pernah cukup memenuhi kerakusan segelintir orang"
____________________________________
Huzer Apriansyah, S.IP
Peneliti pada Centre for Education, Community
Organizing and Social Studies (C-ECOSS)
____________________________________


Saturday, March 25, 2006

chelseaDua tahun terakhir rasanya tak ada penggila sepakbola yang tak mengenal sepak terjang Chelsea FC, club yang bermarkas di London ini tampil memukau...MU, Arsenal yang sebelumnya begitu dominan di Liga Inggris akhirnya dibuat terperangah melihat aksi anak asuh Maurinho ini. Chelsea telah menjelma jadi kekuatan yang menakutkan bagi semua tim yang akan menghadapinya.

Maurinho berhasil merengkuh kampium Liga Inggris di tahun pertama keberadaannya di Chelsea. Ini sesutau yang luar biasa. Bukan hanya itu gelar Europe Best Player of The Year juga di raih Frank Lampard di tahun 2005. Belum lagi keberhasilan Chelsea menembus persaingan ketat Liga Champions, meski akhirnya tahun ini ditaklukkan Il Barca di Perdelapan Final...

Reputasi tim berkostum biru-biru ini (mengingatkan kita pada PSIS atau Persib) tak mampu menarik empathy para penggila bola dan pelaku sepakbola..betapa banyak saat ini orang membenci Chelsea, tentu kita tak perlu menghitung Alex Fergusson atau Arsene Wanger yang memang seteru Maurinho di liga. Para penonton awampun seolah menunjukkan ketidaksenangan atas keberadaan tim ini. Ini tentu agak unik, biasanya tiap kehadiran "bintang" baru selalu direspons dengan tepuk tangan panjang dan berujung dengan simpati. Tapi mengapada tidak dengan Chelsea ??

Orang sering mengaitkan gaya Maurinho memimpin tim ini serta keberadaan Abrahamovich yang orang Rusia sebagai penyebab kekurangsimpatikan publik sepakbola dunia atas apa-apa yang dicapai Chelsea.

Maurinho, selalu tampil provokatif dan mampu membius tiap orang. Begitulah ia, tatkala timnya menang ia akan berkomentar dengan sedikit "mengejek" lawannya jika kalah maka ia akan mencoba mengkritik pihak2 yang menyebabkan kekalahannya. Wasit jadi sasaran palings ering, tak terkesuali pemain lawan, Lionel Messi (pemain Barca) pernah merasakan pedasnya lidah Maurinho, tatkala Barca mengalahkan Chelsea. Tapi, lihat bagaimana Maurinho juga mencaci Joe Cole, pemain Chelsea sendiri tatkala ia mencetak gol dengan sedikit aksi "kotor".

Dari perspektif lain, maurinho sesungguhnya sosok yang begitu jujur dan begitu lembut. Lihat saja pernyataannya bahwa ia akan meninggalkan sepakbola jika keluarganya meminta.karena "saya ingin menikmati hidup bersama keluarga, untuk itu saya melakukan apa saja yang mereka mau"..Gejala masyarakat modern seringkali mementingkan harmonitas meski kadang harmonitas itu dibangun di atas kemunafikan. Banyak orang mendua..ketika di depan publik semua tampak begitu rapih, bersih dan indah, tapi di balik layar...waw mengerikan. Tapi tidak dengan Maurinho, ia begitu apa-adanya, karena itu banyak yang terkaget-kaget dan lantas menghujatnya..ia begitu sederhana hingga ornag merasa ia kampungan, lantas membencinya. Ia begitu lugas menyampaikan fakta bahkan meski fakta itu menohok timnya sendiri (kasus Joe Cole), karena itu ia tidak disukai...beginilah masyarakat modern yang hidup dalam keterasingan akibat ke-semu-an yang mereka lakukan.

Abrahamovich, saudagar Rusia ini, sosok yang baru terdengar di belantika sepakbola dunia, ia bagian dari sebuah bangsa besar yang hari ini terpuruk. Maka kekuatan "pembenci" kebangkitan Rusia merasa risi dengan keberadaan sang Saudagar yang mampu mengehentak liga Inggris dengan keberaniannya membangun kembali Chelsea....dan tentu dengan uang.

...jadilah Chelsea tim yang syarat Sensasi !!! ternyata sepakbola bukan hanya perkara di lapangan hijau, jauh dari sekedar itu...


Dari pagi mancing di Nusa Kambangan, berlima dengan kawan2 : Mas Abas, Azis, Ucup,....hasilnya lumayan..dapet cuma kecil-kecil...karena kelaparan langsung aja kita bakar disana..lumayanlah..

Nusa Kambangan, Pulau yang sangat mahsyur apalagi di kalangan para residivis, membayangkan Nusa Kambangan tentu yang terbesit adalah tahanan/penjara...tapi jangan salah, pantai pasir putih disana menawarkan keindahan. Belum lagi kalau kita mau menelusuri benteng-benteng peninggalan Belanda yang masih berdiri meski mengalami kerusakan disana-sini.

....uh Capeeeeeeekk

Thursday, March 23, 2006

buku
Petang dengan langit tampak mendung..
Seorang kawan di Semarang (Nia) memberi informasi biaya post graduate di UNNES sekitar 5 Jeti (awal) lalu per semester 3,5 jeti. Sekolah memang makin mahal..ni baru UNNES yang masih dianggap "sebelah mata" oleh banyak orang, apalagi di kampus yang dipandang dengan tiga mata :) dua mata (fisik) dan satu lagi dipandang dengan mata pencaharian...

Lalu, apa yang diperoleh di bangku kuliah ??
masing-masing kita punya jawaban masing-masing. Ada yang memperoleh jodoh, ada yang memperoleh prestice dan bisa juga ada yang memperoleh masalah..hehehe. Sekian lama lulusan perguruan tinggi makin banyak tapi adakah nasib Republik ini menjadi lebih baik ?? seorang senior dari Solo (Fajar Rizaulhaq) pernah kirim sms "Gelar sarjana itu harusnya jadi pemicu bukan gincu.."tapi bagaimana faktanya ?? masing-masing kita tentu juga punya sudut pandang tersendiri.

Kembali soal biaya kuliah..saat ini semua orang mahfum bahwa untuk sekolah memang mahal adanya. Itu sudah sepantasnya, lalu kalau ada yang berharap kuliah/sekolah itu murah berarti tidak sepantasnya ?? Ingatlah aku seorang sahabat di Cilacap (Dede Rahman) namanya, sekarang ia sekolah dan hampir lulus. Hampir tiap hari ia bertanya, "mas. ada gak kuliah yang murah ?" kalau pertanyaan ini ditujukan ke Damarjati Supadjar mungkin beliau akan menjawab "Sekolahlah di universitas kehidupan jurusan jalan lurus", kalau ditujukan ke Alm. Romo Mangun bisa jadi ia akan menjawab "pikirkan sekali lagi niatmu untuk kuliah itu, karena segera setelah mereka pandai dan sebagian rakyat masih bodoh, jadilah yang pandai "memakan" yang bodoh".
Berhubung saya yang ditanya (dalam hati kuberpikir, tidakkah kau tahu kawan dengan kuliah kau menjadi terlambat dewasa...) tapi tak tega kuberkata begitu pada seorang remaja yang sangat ingin skeolah tapi apa daya dana terbatas...kujawab saja : kuliah tak harus hari ini, mungkin esok lusa bisa. Lagi pula berlatih ketrampilan tak kalah baiknya. Tapi tetaplah berusaha.


Sepakbola tak lagi sekedar permainan, ia telah menjelma menjadi industri, ia telah menyeruak dalam emosi manusia. Lihat saja ekspresi pemain yang baru saja menang atau kalah, mari kita simak tragedi, peristiwa atau hal-hal kecil yang terjadi di skeitar sepakbola ;

Tragedi yang menelan nyawa manusiapun kerap terjadi, terakhir sepakbola nasional juga mencatat peristiwa duka...kisruh antar penontot Persijap dan PSIS berakhir dengan korban jiwa. Padahal sama-sama tim Jateng, padahal jarak Semarang ke Jepara hanya sekitar 2 jam...so ???

Kini banyak peminat bola tengah berkonsentrasi di piala Champions Eropa, menabak-nebak siapa yang akan tampil sebagai kampium. Tahun lalu AC Milan menuai bencana di Turki tatkala keunggulan di babak pertama atas Liverpool berbalik dan mereka menyerah lewat adu penalti..sungguh menyakitkan untuk Carlo Ancelotti dan timnya.
Tahun ini Milan masih melaju, beberapa tim besarpun tetap bertahan ; Juventus, Inter Milan, Barcelona, Arsenal, Benfica, dll. Kejutan terjadi tatkala Real Madrid harus menyerah, Chelsea harus takluk dan MU harus angkat koper di babak awal. Chelsea vs Barca bisa jadi sebuah pertandingan yang mendekati the real final..dua tim enerjik, bertabur bintang, tahan banting dan berkarakter bertemu lebih awal.

Kejutan...bisa jadi itulah yang membuat sepakbola menjadi menarik, shock effect adalah salah satu instrumen penting yang dibutuhkan masyarakat modern. Apalagi modernitas sering membuat manusia di dalamnya terjebak rutinitas; kita lihat saja betapa menjemuhkannya Liga Inggris tatkala MU sama sekali tak terbendung di era 90-an atau saat Milan jadi kekuatan super di tangan Ronald Koeman CS...Sepakbola tanpa kejutan memang menjemuhkan...

Kekerasan dalam sepakbola adalah bentuk lain dari efek kejut tersebut...orang menonton bola tentulah mengharapkan sebuah pertandingan antara dua kesebelasan dengan teknik sepakbola, tetapi betapa terkejutnya tatakala pertandingan sepakbola memberi kejutan dengan teknik beladiri yang keluar dari para pemain, penonton bahkan official....

Wednesday, March 22, 2006


Kasongan tepatnya..dari Jogja arah ke Bantul disana rumahnya. Bisa juga lewat jalan yang ke arah Gunung Sempu...Sahabat lama, tarbesua sekian masa, mungkin kau telah menjadi yang kau mau. Teringat dulu saat kita bersepeda berdua ke sekolah, apa khabar sepeda kita itu ??, aku juga ingat tas putihmu itu, yang karena waktu berubah warna jadi kecoklatan.

Kawan mungkin kini kau telah jadi pengusaha gerabah di Kasongan. Aku selalu belajar darimu...caramu merawat ibumu, caramu menjaga keluargamu

Aku tahu betapa penat kau disitu, tapi kau memilih menunggu dan menghadapi semua..
tak seperti kebanyakan orang yang memilih untuk berlari.
Tentu kau masih ingat saat kita ikut lomba dulu...penelitiannya kalau ndak salah tentang IPAL di jalan Bantul itu ya ??? kita memang luar biasa -bersemangat-pantang menyerah-selalu berdoa- hasilnya memang sepadanlah !!!
Apakah kau masih simpan piagamnya ???

Aku takkan pernah bisa melupakanmu, hari ini atau esok sekalipun. Kadang aku maluuu kepadamu !!!

Teruntuk Sahabat
-Marwanto-

Kelelawar : Tuhan, kala matahari bersinar aku menyelinap di rerimbunan. Bukan berarti aku tidur.
Aku mengendap dan memperhatikan tingkah manusia. Mengapa mereka lebih sempurna dariku
Tuhan ??? Bukankah mereka saling membunuh ? mereka saling menghina ? merekapun sakit
menyakiti ?, menyebut namamu hanya karena kelaziman, berbuat kebaikan karena haus
sanjungan, bahkan mereka sering diam-diam menyekutukanmu Tuhan; harta, kuasa dan tahta
sesembahan mereka. Coba Tuhan lihat aku, aku hanya keluar malam itupun untuk mencari makan
tak pernah kumenggunjing, menikam atau mengeluh dengan apa yang kupunya. Aku bertasbih
padamu Tuhan dengan caraku, sama seperti pohon ini; ia mengabdi padamu dengan kerindangan-
nya, sama seperti laut dengan keindahannya, sama seperti bulan dengan cahayanya, sama seperti
air dengan alirannya. Kami takkan merusah kecuali kau perintahkan...tapi manusia Tuhan ????
Tuhan : Kau rupanya tak banyak tahu tentang manusia..
Kelelawar : Aku tahu mereka sempurna, aku tahu mereka berakal...tapi lihat sempurna pula kejahatan mereka
alam di reguk tanpa ampun, sesama merekapun saling tikam, Kaupun ia tikam TUHAN...lihat akal
mereka ; untuk kejahatan yang sempurna pula.
Tuhan : Begitulah cara manusia yang bodoh itu. Kuberi akal disia-siakan, Kuberi waktu dilenyapkan,
Kuberi hidup dihancurkan....
Kelelawar : Lalu, tunggu apa lagi Tuhan, musnahkan saja....!!!
Tuhan : Tak perlu Kumusnahkan karena diam-diam mereka tengah memusnakan kehidupan mereka
Kelelawar : Bagaimana bisa ???
Tuhan : Lihat saja hutan yang mereka bakar, pandangi kerakusan mereka, tatap pula tabi'at syetan
mereka..hampir sempurna kebinasaan mereka. Tunggu saja.....!!!
Kelelawar : Baiklah Tuhan akukan mengintai dan menunggu kapan saat itu tiba
Tuhan : Lihat saja, tak lama lagi..


116034484_65239b26cc_m

logo_01


Kelam rebam dan himpitan
Terbelalak atas kekejeman demi kekejaman
yang menerkam dan menghujan

Dari semua arah
Bangun tidur
saat makan siang
kala petang datang
bahkan ketika mata hendak terlelap
Kekejaman, kekerasan dan penindasan
tampil silih berganti
Lalu,.....!!!
Siapakah manusia ?????
Yang mana manusia ?????
akhirnya,
Apakah kita manusia ?????

Tuesday, March 21, 2006


Hiperealitas Kemerdekaan

Hiruk pikuk seputar peringatan 60 tahun kemerdekaan RI terjadi dimana-mana. Mulai dari perkampungan becek hingga ke komplek perumahan mewah, mulai dari sekolah dasar inpres yang sudah mulai rapuh bangunannya hingga ke sekolahan megah yang gedungnya berlantai-lantai. Semua gegap gempita, bendera merah putih dalam skala ukuran yang beragam berkibaran di tiap sudut republik ini.
Bermacam acara di gelar. Ada acara yang sangat serius bertajuk seminar atau diskusi ilmiah tapi ada pula acara yang kocak dan ringan, semisal lomba menangkap itik atau lomba sepakbola sarung. Semua kelompok usia telibat, mulai dari anak-anak hingga kakek nenek. Sungguh dinamis bangsa ini bila melihat semua itu. Kebahagiaan terjadi dimana-mana, semua orang berbaur dalam satu semangat –merayakan hari kemerdekaan-, sekat ekonomis dan sosiologis melebur. Mudah-mudahan apa yang kita lihat bukanlah realitas yang artifisial.
Herannya bila berkaca dari peringatan hari kemerdekaan di tahun-tahun sebelumnya ada hal yang ganjil. Seusai “pesta” kemerdekaan, semua kembali ke “dunia” aslinya. Seusai upacara yang penuh khidmat di istana negara, semua pejabat publik biasanya ikut serta dan berjajar di kursi depan tapi esoknya semua kembali normal. Korupsi makin menggurita di jajaran elit. Kebijakan tak kunjung berpihak pada rakyat. Lalu, mana semangat kebangsaan yang meledak-ledak hebat saat tujuhbelasan itu. Seusai tujuhbelasan para pengusaha yang biasanya menjadi donatur kegiatan tujuhbelasan kembali menjadi “musuh” bagi buruh di pabrik-pabrik. Gaji yang tidak proporsional dengan beban kerja berat, fasilitas kerja yang minim, kesejahteraan buruh seolah bukan sesuatu yang berarti buat pengusaha yang notabene dihidupi oleh para buruh.
Seusai pesta, rakyat kecil kembali ke kehidupan nyatanya. Pedagang di pasar-pasar tradisional tetap terpinggirkan karena terus diusik kehadirannya oleh mall-mall. Bukan itu saja, di pasar mereka harus menghadapi beragam pungutan yang tak jelas kemana masuknya. Para buruh kembali harus memeras keringat dengan bayaran yang tak layak. Guru-guru kembali ke sekolah dengan kesejahteraan yang tak kunjung diperhatikan. Lalu, dimana kemerdekaan yang sesungguhnya bagi kelompok marjinal ?
Pejabat-pejabat publik biasanya berpidato dengan semangat yang berapi-api di tiap lapangan, semua tingkatan pejabat berpidato. Presiden berpidato, gubernur, sampai kepala desa juga berpidato meski cuma membacakan sambutan tertulis dari pejabat di atasnya. Tapi setelah pesta usai, usai pula semangat mereka untuk mencapai cita-cita kita sebagai bangsa. Lalu, akankah cita-cita hidup bangsa ini tetap akan menjadi pepesan kosong tanpa pernah ada usaha yang sungguh-sungguh mewujudkannya ?
Cita-Cita Sebagai Bangsa
Pembukaan undang-undang dasar (UUD) 1945 telah menggariskan cita-cita kita sebagai bangsa. Sebuah bangsa dengan rakyat yang cerdas, sejahtera, berkeadilan sosial dan menjunjung nilai-nilai perdamaian serta berdaulat. Itulah cita-cita luhur yang bisa kita perhatikan dari alinea kedua dan keempat pembukaan UUD 1945.
Setelah 60 tahun perjalanan republik ini, tentu banyak yang telah berubah. Taklah bisa kita pungkiri perbaikan dalam beragam dimensi kehidupan telah dicapai. Tetapi benarkah itu semua dirasakan tiap lapisan masyarakat ? Sudahkah kaum marjinal dimerdekakan dari himpitan beban hidup ? Sudahkan mentalitas pejabat publik merdeka dari sifat ketamakannya hingga korupsi dan kolusi menggurita ? Sudahkah rakyat di negeri ini berdaulat secara politik dan ekonomi ? Kalau sebagian besar jawabannya belum, maka sepantasnya kita melakukan permenungan atas keadaan. Tidak hanya sampai di permenungan namun berlanjut pada tahap “membongkar” keburukan kita sebagai bangsa, lalu dengan penuh komitmen memperbaikinya. Memang ini terkesan seperti mimpi di siang bolong. Tetapi sekecil apapun usaha, rasanya kita harus berbuat sesuatu.
Berbicara kembali mengenai cita-cita sebagai bangsa, maka kita tentu akan sadar bahwa kita adalah bangsa yang terseok-seok. Perhatikan sektor pendidikan yang menjadi kunci untuk mencapai cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa. Sektor ini justru menjadi titik yang sangat lemah. Anggaran pendidikan yang memadai baru sampai retorika politik, kesejahteraan guru baru sampai rencana dan rencana. Pendidikan gratis sebagai bentuk tanggung jawab negara untuk mencapai cita-cita luhur bangsa tak kunjung dilaksanakan.
Pendidikan gratis hanya indah disampaikan saat musim kampanye tiba, setelah itu ya sudah.
Selanjutnya mari kita berbicara mengenai kedaulatan politik dan ekonomi rakyat Indonesia sebagai cita-cita bangsa. Secara simbolik rakyat kita memang berdaulat secara politik, tetapi kedaulatan yang absurd, mengapa ? Memang sekarang pemilihan pejabat publik serba langsung, tetapi rakyat tak pernah benar-benar bisa mengontrol kebijakan publik. Padahal muara dari proses pemilihan langsung pejabat publik oleh rakyat adalah tercapainya kebijakan-kebijakan yang berpihak pada rakyat, tetapi bagaimana bisa kalau fungsi kontrol tereduksi oleh wakil rakyat yang tidak peka. Akhirnya rakyat pulalah yang menangguk penderitaan, kebijakan menaikkan BBM, kemudian peraturan presiden nomor 36 tahun 2005 adalah contoh konkrit kebijakan negara tak berpihak pada rakyat tapi justru berpihak pada pemilik modal.
Sekarang mari kita lihat angka penduduk miskin empat tahun terakhir. 1999 ada 47,9 juta penduduk miskin, 2002 ada 38,4 juta dan 2003 ada 37,4 juta (laporan BPS 2004 dalam kompas 9 april 2005). Ini pertanda rakyat belum berdaulat secara ekonomi. Maka bisa jadi hiruk pikuk, dinamika dan spontanitas di seputar pesta kemerdekaan ini tak lebih dari simulasi yang mengaburkan kenyataan yang asli. Inilah keadaan hiperealitas. Benarkah demikian ?
Hiperealitas
Menurut Jean Baudrillard hiperealitas menciptakan satu kondisi, yang di dalamnya kepalsuan berbaur dengan keaslian, masa lalu berbaur dengan masa kini, fakta bersimpang siur dengan rekayasa, tanda melebur dengan realitas, dusta bersenyawa dengan kebenaran (dalam Yasraf Amir Piliang, 2003;51). Hingga pada titik klimaksnya kondisi hiperealitas bermuara pada terbentuknya hipermoralitas. Kondisi yang terjadi menurut George Bataille adalah hilangnya ukuran-ukuran moralitas, karena situasi yang berkembang telah melampaui batas God and evil. Yasraf (2003 : 51) juga menyebutkan bahwa dalam kondisi hiperealitas hilangnya kategori kebenaran, kepalsuan, keaslian, isu, realitas. Semua sirna, yang terjadi sekedar simulasi. Hiperalitas terbentuk oleh simulasi, simulasi menurut Baudrillard adalah penciptaan model-model yang tanpa asal usul atau tidak memiliki referensi terhadap realitas.
Di usia 60 tahun republik ini, nampaknya kondisi yang terjadi adalah hiperealitas. Taklah lagi kita bisa melihat secara jelas, apakah hiruk pikuk tujuhbelasan adalah perwakilan dari kenyataan yang sehari-hari dirasakan rakyat. Taklah bisa dengan nyata kita melihat apakah hal-hal yang disampaikan oleh pejabat melalui wawancara-wawancara di televisi itu adalah kebenaran atau kepalsuan. Tak pula kita bisa melihat apakah para pengusaha (pemilik modal) itu betul-betul berkomitmen pada nasib orang banyak atau sekedar mengamankan pundi-pundi kekayaannya. Akhirnya kemerdekaan Indonesia hari ini adalah sesuatu yang eksklusif, karena hanya bisa dinikmati sebagian kecil rakyat Indonesia saja.
Kemerdekaan kemudian tampil dalam wajah simulasi saja. Kibaran gagah sanga Dwi Warna adalah sekedar penanda bahwa kita punya identitas simbolik. Tetapi makna sesungguhnya dari kibaran bendera yang berarti “kami adalah manusia merdeka” belumlah terwakili dalam “pesta” kemerdekaan ini. Kemerdekaan kami –kaum marjinal- adalah impian yang menggantang di awan. Bukankah kami tidak bisa merdeka untuk sekolah karena kami tak punya uang, kamipun tak boleh sakit karena tak sanggup berobat, kami tak boleh banyak omong karena kami cuma orang bodoh, kami tak bisa berteduh dengan nyaman karena kami tak mampu memiliki lahan, dan akhirnya kami tak boleh merdeka karena kami orang miskin.
Untuk siapa kemerdekaan bangsa ini diperjuangkan oleh pejuang di masa lalu, saya pikir dan saya yakin kemerdekaan diperuntukkan bagi semua rakyat di nusantara. Lalu, mengapa ada sebagian yang tak boleh merdeka ? Semua punya hak untuk sekolah, tapi mengapa sekolah tak kunjung digratiskan padahal negara ini mampu. Semua punya hak untuk berteduh di pondok yang nyaman, tapi mengapa negara tak menyediakan lahan untuk membangun pondok kecil bagi kaum marjinal. Semua punya hak untuk menyampaikan pendapat, tapi mengapa pendapat kaum pinggiran tak pernah didengarkan. Inilah hiperealitas, semua menjadi serba tidak jelas. Satu hal yang bisa jadi masih sangat jelas bahwa sebagian besar rakyat di republik ini belum benar-benar merdeka. Dirgahayu Republik !!
baliem1

Pernahkah kita mendengar Ruby Fox Creek Nelson, sungguh maluuu aku bila membaca kisah si Ruby...seorang penulis di Majalah Tempo (Agus Hidayat) pernah membuat tulisan tentang dia...cerita lengkap Ruby bisa pula dilihat di http://www.orangutan.org/ioaw/ruby.php Berikut tulisan Mas Agus yang kerap mengingatkanku untuk tidak pernah berhenti berbuat meski "kecil"..

Sekedar Catatan Kaki
Agus Hidayat Wartawan Majalah Berita Mingguan TEMPO

Teringat Ruby Fox Creek Nelson, 12 tahun. Gadis kecil dari Maine, Amerika Serikat ini membongkar celengan di ulang tahunnya ke-8. Isinya dipakai buat membeli 100 pot dan bibit bunga petunia, ditanam dan dirawatnya sendiri. Awal musim panas, bunga-bunga ini dipanen dan dijualnya dari pintu ke pintu.
Seraya berteriak, "tiap sen uang anda amat berharga bagi orangutan".Yap, Ruby mengumpulkan tiap sen, peny dan dolar dari keringatnya untuk makhluk yang tak pernah dijumpainya langsung, di negara yang namanya sayup-sayup saja sampai ke telinganya, orangutan (Pongo pygmaeus) di Indonesia.

Empat tahun Ruby bekerja. Dari mulai menjual petunia dalam pot, labu, tomat, blueberry, kerja di rumah kaca selama musim semi hingga mengemudi traktor di farm milik tetangganya.

Hasilnya, uang sebanyak US$7 ribu (Sekitar RP. 59,5 juta) ditangguknya. Jumlah yang amat wah, buat jerih payah anak seusianya.Berbekal uang itu, ia menyambangi Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Timur. Tempat dimana Dr. Birute Mary Galdikas mendedikasikan 32 tahun umurnya untuk konservasi orangutan. Tentu Galdikas menerima kedatangan Ruby dengan suka cita dan penghargaan. Uang yang dibawa Ruby diberikan sebagai donasi. Upah buat Ruby? Bercengkrama dan memandikan anak orangutan.

Teringat Ruby, teringat anak-anak Indonesia seusianya. Memenuhi mal dan pusat belanja, mendendangkan lagu terbaru sambil mengirim SMS. Memelototi dan ikut menangisi tipa episode sinetron dan juga eliminasi AFI. Tanyalah soal orangutan, jawab yang didapat hanya kerutan kening dan gelengan kepala. Lupakan pertanyaan soal illegal logging atau hutan hujan tropis. Ah, Ruby memang spesial, tapi di hanya satu dan satu-satunya.............

Eh, tunggu dulu, disini ada Indah yang merasa punya utang atas tiap pokok kayu yang tumbang oleh gergaji sawmill milik keluarganya. Iapun mati-matian membayar utangnya itu.........Juga ada Huzer yang blusukan di Cibun Grumbul, entah dimana ini..........Ada Amar yang tak jemu berkeliling di perkampungan Suku Bajau..........Ada Ito yang memilih memilah sampah perkotaan dan............ada belasan anak-anak muda lain dengan kadar kecintaannya pada lingkungan..........Mereka tak semata mencintai, tapi membuktikan kasih sayangnya dengan perbuatan dan pengorbanan.

Bukankah cinta hanya omong kosong tanpa pembuktian dengan pengorbanan?Kitapun terpengarah: Oh, anak-anak muda kita nyatanya tak selalu memberi gambaran buram, ada cahaya disana, biarpun kecil, membersit kesana-sini.

Soalnya, apakah rasa cinta itu, cahaya itu terus memancar atau memudar? Ruby telah dan akan terus memancarkan sinarnya, jauh melampaui batas-batas regional, etnis, budaya. Disini......? entahlah, belum terbukti.........Ada limabelas anak muda. Beberapa tahun lagi, ada yang namanya mencelat ke permukaan, atau tenggelam seiring berakhirnya sayembara. Tentu ada banyak alasan kalau sampai yang terakhir ini terjadi. Jangan salahkan kalau muncul penafsiran bahwa cinta dan pengorbanan itu cuma dipersembahkan untuk kontes, kompetisi, perlombaan belaka........argh, semoga bukan karena itu!

Teringat Ruby. Diakhir kunjungannya, Pulau Sangalaki dijajaki. Sesampai di Jakarta, selembar kertas dibuatnya bersama Clara Summers kawan seperjalan bertajuk "Clara and Ruby's Campaign to save the baby Sea Turtles". Lembar kampanye ini dikirimnya kemana-mana, termasuk Menteri Kehutanan..........Teringat ke-15 anak-anak muda ini........tunas-tunas yang mulai meretas jalan, ada harapan, ada masa depan.........juga rencana dan cita-cita, tarik-menarik kepentingan dan prioritas, semoga tak gugur sebelum mekar, tak rontok sebelum berbuah. Tak berhenti usai lomba.

"Hidup untuk Mempersembahkan Yang Terbaik, yaitu Bermakna bagi Dunia dan Berarti bagi Akhirat (Abdullah Gymanastiar)"

Bersama kawan-kawan di C-ECOSS gelar lomba esai nih :
Abstraksi
Dehumanisasi adalah realitas yang melekat pada kehidupan masyarakat modern. Logika transaksional yang mengukur manusia dari hal-hal yang bersifat material, telah membuat manusia kehilangan spiritualitas. Pemiskinan, pembodohan dan penindasan atas kemanusiaan terjadi di berbagai sudut kehidupan. Mari kita lihat dengan seksama bagaimana buruh di kota-kota besar diperlakukan sangat tidak manusiawi, mari kita lihat berapa upah minimum kabupaten/kota yang ditentukan pemerintah jauh dari kebutuhan standar minimal hal inipun tak seimbang dengan beban kerja mereka.
Mari kita perhatikan pula bagaimana petani khususnya buruh tani yang merupakan entitas genuine bangsa ini yang memiliki kultur agraris, juga mengalami proses penindasan yang tak berkesudahan. Harga gabah yang dipermainkan juragan, harga pupuk yang dimainkan oleh pedagang besar, belum lagi kebijakan-kebijakan negara yang tak berpihak (impor beras) adalah bukti penindasan atas mereka.
Lihat pula nelayan dan berbagai profil masyarakat kita di akar rumput yang juga mengalami penindasan. Namun, kadangkala sebagai bagian dari gerakan mahasiswa kita tersibukkan melihat realitas dehumanisasi ini dari kacamata makro dan luput untuk melihat realitas dalam perspektif mikro.
Mari kita coba menelusuri jalan dari kampus ke kos atau ke rumah kita, sudahkah kita menoleh ke kiri dan ke kanan sembari melemparkan salam kepada mereka saudara-saudara kita yang sampai hari ini mengalami penindasan, dimarjinalkan dan dinistakan.
Sudahkah kita menarik nafas dalam-dalam sembari beristighfar di sela-sela pasar tradisonal yang becek dan terancam "bangkrut" karena terdesak pembangunan mal-mal atau hypermarket yang tumbuh bak cendawan di musim hujan. Atau merasakan dengan tajam, kesedihan-kesedihan guru bantu yang ada di sekitar kita..atau keadaan-keadaan lainnya.
Inilah ironi modernitas, Marshall Berman menulis; "menjadi modern adalah menemukan diri kita dakan lingkungan yang menjanjikan kita sebuah petualanan, sukacita, kekuasaan, pertumbuhan, tapi pada saat yang sama, mengancam untuk menghancurkan segala sesuatu yang kita punya, segala sesuatu yang kita ketahui, segala sesuatu dari diri kita."(dalam Ross Poole, 1993:42)
Tema khusus lomba :
Potret individu atau komunitas marjinal di sekitar kita (lingkungan rumah, kampus atau dimana saja yang pernah kita jumpai)
Potret sosok individu/komunitas di sekitar kita yang melakukan proses perjuangan (resistensi) atas penindasan yang mereka lakukan.
Mimpiku tentang dunia baru (beranjak dari potret realitas yang ditemui)
Ketentuan Umum Lomba :
Lomba hanya boleh diikuti kader IMM atau simpatisan IMM yang berada di pulau Jawa (tercatat sebagai anggota IMM di salah satu cabang di kabupaten/kota di Jawa)
Peserta harus tercatat sebagai mahasiswa S1/D3 pada salah satu universitas/akademi di Pulau Jawa.
Lomba ini tertutup bagi pegiat yang aktif di C-ECOSS Purwokerto
Karya paling lambat diterima panitia pada tanggal 2 Mei 2006 pukul 23.00 WIB melalui email ke: c_ecoss@yahoo.com/huzer_apri@yahoo.com
Pengumuman pemenang akan dilaksanakan pada 20 mei 2006 melalui email atau dapat dilihat di caterpillar.blogdrive.com
Ketentuan Khusus Lomba
Karya berbentuk esai (naratif) atau bergaya feature panjang halaman tidak ditentukan (diserahkan pada peserta)
Karya harus menggunakan pendekatan empiris, dimana semua tulisan merupakan bentuk refleksi atas realitas yang pernah ditemui oleh penulis di lapangan.
Tiap peserta boleh mengirimkan lebih dari satu (1) karya
Karya merupakan karya asli penulis
Penulisan dapat dilakukan secara individual atau beregu (maksimal 3 orang)
Apresiasi begi karya terbaik
Karya terbaik 1 hingga 3 akan mendapatkan uang pembinaan dan paket buku dari panitia serta berlangganan gratis buletin yang diterbitkan C-ECOSS.
10 karya terbaik (urutan 1 - 10) akan mendapatkan kesempatan kesempatan untuk ikut dalam tour advokasi ke beberapa daerah di wilayah Cilacap dan Banyumas, semua akomodasi dan transportasi akan ditanggung penyelenggara.
Karya-karya yang kelak dinilai layak untuk diterbitkan akan mendapatkan buku kumpulan tulisan tersebut sebanyak 10 eksemplar.
Juri Lomba :
Imam cahyono, S.Sos (aktivis JIMM, alumni jurusan Sosiologi FISIP Unsoed saat ini mengajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan aktif menulis di media cetak nasional)
Baridul Islam, S.Sos (aktivis di LSM LPPSLH, alumni jurusan sosilogi FISIP Unsoed, penulis buku advokasi petani)
Huzer Apriansyah S.IP (pegiat di C-ECOSS dan mantan ketua PC.IMM Banyumas)
Bila ada pertanyaan menyangkut lomba pertanyaan dapat disampaikan melalui email yang tersebut di atas.
Terima kasih, semoga informasi ini dapat pula disebarluaskan kepada kader ikatan yang ada di seantero Pulau Jawa. Abadilah Perjuangan !


Sebelum ini pernahlah kumencoba nge-blog di Blogdrive, alamatnya : caterpillar.blogdrive.com tapi tidak terkelolah dengan baik. Akhirnya kucoba untuk membuat blog baru ini. Selamat menikmati !!
Petang tadi seorang sahabat di Jogja kirim kripik hebat...ups kritik maksudnya. Ia mengkritik draft naskah novelku...begini katanya "novel kakak aawlnya begitu menggoda tapi selanjutnya...ehm..maaf ya ; kakak tak mampu mengeksplorasi karakter tokoh utama.
Kurespon balik sms itu :
"makasih kripiknya, naskah itu memang kubuat dua tahun yang lalu, belakangan aku baru berpikir untuk membaca-baca naskah itu"
Ah...file draft novel itu kujuduli -tak kunjung usai-...mudah-mudahan nasibnya tak seperti tittlenya.
Ku utak-atik lagi novel "tak kunjung usai itu"....aku mulai melihat muaranya..
ah jadi ingat film "Wonder Boy".
Lagi-lagi sunyi menyergap

Popular Posts