Wednesday, March 22, 2006

Kelelawar : Tuhan, kala matahari bersinar aku menyelinap di rerimbunan. Bukan berarti aku tidur.
Aku mengendap dan memperhatikan tingkah manusia. Mengapa mereka lebih sempurna dariku
Tuhan ??? Bukankah mereka saling membunuh ? mereka saling menghina ? merekapun sakit
menyakiti ?, menyebut namamu hanya karena kelaziman, berbuat kebaikan karena haus
sanjungan, bahkan mereka sering diam-diam menyekutukanmu Tuhan; harta, kuasa dan tahta
sesembahan mereka. Coba Tuhan lihat aku, aku hanya keluar malam itupun untuk mencari makan
tak pernah kumenggunjing, menikam atau mengeluh dengan apa yang kupunya. Aku bertasbih
padamu Tuhan dengan caraku, sama seperti pohon ini; ia mengabdi padamu dengan kerindangan-
nya, sama seperti laut dengan keindahannya, sama seperti bulan dengan cahayanya, sama seperti
air dengan alirannya. Kami takkan merusah kecuali kau perintahkan...tapi manusia Tuhan ????
Tuhan : Kau rupanya tak banyak tahu tentang manusia..
Kelelawar : Aku tahu mereka sempurna, aku tahu mereka berakal...tapi lihat sempurna pula kejahatan mereka
alam di reguk tanpa ampun, sesama merekapun saling tikam, Kaupun ia tikam TUHAN...lihat akal
mereka ; untuk kejahatan yang sempurna pula.
Tuhan : Begitulah cara manusia yang bodoh itu. Kuberi akal disia-siakan, Kuberi waktu dilenyapkan,
Kuberi hidup dihancurkan....
Kelelawar : Lalu, tunggu apa lagi Tuhan, musnahkan saja....!!!
Tuhan : Tak perlu Kumusnahkan karena diam-diam mereka tengah memusnakan kehidupan mereka
Kelelawar : Bagaimana bisa ???
Tuhan : Lihat saja hutan yang mereka bakar, pandangi kerakusan mereka, tatap pula tabi'at syetan
mereka..hampir sempurna kebinasaan mereka. Tunggu saja.....!!!
Kelelawar : Baiklah Tuhan akukan mengintai dan menunggu kapan saat itu tiba
Tuhan : Lihat saja, tak lama lagi..


116034484_65239b26cc_m

Related Posts:

  • Identitas dan Politik Dalam Novel “Ciuman Di Bawah Hujan” A. Bebuka Lan Fang, nama ini tak asing, tapi karya-karya beliau jujur saja masih terasa asing bagi saya. Saya memaksa diri untuk membaca karya terakhir beliau, sebuah novel yang pernah menjadi cerita bersambung di harian … Read More
  • Aku, Turbulensi dan Dua Anak KecilSemakin sering terbang semakin penakut saya. Entah mengapa ? tiap pesawat mulai berguncang, apalagi mengalami turbulensi, maka keringat dingin akan mulai terasa di telapak tangan dan kaki. Uh, benar kata Seno Gumira Ajidarma … Read More
  • Perspektif Sepak Bola Kekalahan Hatta Kemarin malam (01/03), bagi penggemar bola sekaligus pengamat politik di negeri ini perhatiannya terpecah. Chelsea versus Totenham di final capital one cup dan pertarungan Hatta Rajasa versus Zulkifli Hasan di kongres PAN.… Read More
  • Sebuah Cerita Sebelum Aku Ke Bilik Suara Membahagiakan melihat negeri ini di hari-hari terakhir, riuh rendah suara, gempita kicauan dan hiruk pikuk hajatan demokrasi. Sebuah hajatan yang membawa keceriaan untuk semua, tiba-tiba banyak diantara kita merasa memilik… Read More
  • Menanti Kuasa Perempuan di Senayan “…meski prihatin, tetapi tidak tanpa harapan. Kita ingin merefleksi, dimana kita selaku kolektivitas bangsa tersesat ?dan dimana sebenarnya akar-akar keberadaan Republik Indonesia, serta esensi motivasi dan watak perj… Read More

0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Popular Posts