Wednesday, June 23, 2010

Pic source : hzr collection


Ayah..satu diantara sangat sedikit tempat nyaman untuk kembali.

Kalau saja Hitler di masa kecilnya mendapat kasih sayang yang layak dari Sang Ayah, akankah dia tetap akan dicatat sejarah atas luka panjang kemanusian yang ia goreskan ?

Dua tahun lagi my "super hero" akan menyandang predikat pensiunan...tentu saja pensiun dari tempatnya bekerja...Kalau sebagai super heroku ia tak akan pernah pensiun...

Pahlawan superku bukan tanpa celah, khilaf dan alfa ada yang ia tabur sadar atau tidak..namun sayangnya celah dan alfa itu taklah ada artinya dibanding pengorbanan dan perjuangan yang ia torehkan...

Gundah tentu saja ada dalam dirinya jelang masa-masa pensiun..apapun ceritanya pahlawan superku ini juga tak bisa menghindar dari determinasi eksesistensialisme...

Padanya, aku cuma ingin berbisik pelan saja "Dad, you are still and always my super hero"...










"Abahku bilang, hidup itu seperti apa yang kita mau....." sepenggal kalimat itu meluncur di LCD 23"ku....*Sumringah MODE ON (akhirnya punya PC impian...: Tidak dalam rangka membahas Monitor 23 Inch yang dibelakangnya sudah terbenam mainboard, processor dll..dll, gak perlu lagi kotak bernama CPU di samping monitor yang memang keren itu, tapi soal menyoal hidup di atas tadi.

Ehm, sesederhana itukah hidup ? Bisa jadi iya. Lha kalau begitu kenapa banyak yang merasa tak nyaman dengan mereka punya hidup. Jangan-jangan memang itu yang mereka mau.

Aku jadi bertanya-tanya, apa pula yang kumau dalam hidup ini ? Jangan-jangan, yang ku mau tak pula ku tahu. Sakit-sakiiit....

Weleh, jangan nyengir-nyengir aja di balik monitor *ups gimana bacanya kalo di balik monitor. Emang dirimu udah tau apa maumu ? Kalo belum tau juga, mikir donk mikiiiir jangan nyengir genit kayak demit gitu... (ada ya demit nyengir ??)

Hidup itu optional, opo iyo ? emang ujian sekolah pake pilihan ganda. Bisa jadi hidup sejatinya adalah ujian. Ada nilainya dunk ? ya iya. Sapa yang nilai ? ehmmmm. Siapa ya ? Pertanyaannya bukan sapa yang nilai, tapi emang perlu dinilai ? Bukankah kita selama ini terlalu sibuk saling menilai hidup orang-orang. Ehmmm, benul..mari kita lacak dari dindingnya facebook..pernah baca posting yang bernada berikut...

"..Sebel, koq ada ya orang di dunia kayak dia.."
"Gileeee...baru golongan IIIA hartanya udah berlimpah rua..."
"Kenpa sih dia cuek banget..."
"Tadi pagi...jjs ama temen, liat pengamen, anak kecil...heeem andai aku bisa bantu mereka.."
"Mendingan hidup kayak gue ketimbang kaya tapi sengsara di penjara.."

Whatzuppps man.....haruskah semuanya dinilai ? dikomentari ? emang perlu. Haruskah semuanya mendapat pembenaran atau makian..? Jadilah hidup menjadi tak santai lagi..karena semua akhirnya memlih bertopeng cemerlang di panggung demi mendapat penilaian yang membuai..heeemm..gak capek tuh pake topeng ?

Kalo diperhatikan tulisan ini sedari awal mengandung tak kurang dari 12 tanda tanya di dalamnya. Kerjaan koq nanya sih....bukan apa-apa, sekarang bertanya sudah jadi langka. Karena semua ingin menjawab...bukan bertanya. Kebanyak lebih memilih menjadi penghakim, pembicara dan juru bicara...lha siapa yang bertanya kalo gini semua ?

Nah, biar harmoni terbangun, maka perlulah kita menjadi penanya, agar arus kebanyakan bisa punya kesempatan berbicara, bertutur, dan mengungkapkan gagasannya.

Panggung, pentas, mimbar kini bisa ditemui dimana saja, bahkan di kamar tidurmu..dunia sudah menjadi sangat datar dan kenyal..:) panggung dimana-mana. revolusi informatika hari ini telah membuktikan perkiraan besar Si Nicholas Negroponte "Being Digital"...ehm pelan tapi pasti bit telah mengganti posisi atom.

Mari kita menjadi penanya, pendengar, dan penonton..karena jikalau semua menjadi lakon/pemain..ehhm FLAT...

Tapi sekali lagi hidup itu ya apa yang kamu MAU. Mau menjadi lakon atau menonton, mau menjawab atau bertanya...ya apa yang kamu MAU deh...

Popular Posts