Saturday, October 26, 2013

Ada semacam pameo “Kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah”, pameo itu yang terlintas manakala berhubungan dengan segala hal yang menyangkut pelayanan publik di negeri ini. Mulai dari urusan ‘uang pelicin’ sampai ke urusan administrasi yang berbelit. Masyarakat kebanyakan (termasuk penulis) berusaha menghindari berurusan dengan kerumitan itu, jadilah percaloan hidup subur di berbagai bidang pelayanan umum, tak terkecuali yang menyangkut listrik.

Mulai dari calo pasang baru, ada calo bayar listrik dan berbagai bentuk percaloan dalam dunia listrik tanah air. Lebih parah lagi listrik di sebagian besar nusantara byaar pet, kadang hidup kadang padam. ‘Anak ayam yang mati di atas lumbung padi’, begitulah perumpamaan energi listrik nasional. Penghasil batubara yang melimpah, bahan bakar yang tersebar dan energi-energi alternatif lainnya juga tak kalah banyak, tapi apa hendak dikata, semua hanya ada dalam angka-angka. Kehidupan nyata berkata lain, byaar pet tetap saja menggejala. Menjadi tak mudah untuk menyebut perusahaan listrik negara (PLN) sebagai lembaga yang bersih, jika merujuk pada realitas keseharian publik.

Tapi awan mendung yang menyelimuti kinerja PLN sekian lama (terutama era 90-2000an, berdasarkan pengalaman penulis) tak berarti tak bisa menjadi cerah. Bukankah habis hujan kerap datang pelangi, habis gelap terbitlah PLN, begitu plesetannya. Pelan tapi pasti PLN mulai mendapat citra positif, paling tidak di kepalaku sendiri.

Begini ceritanya….

Sekitar pertengahan 2012, lembaga tempatku bekerja bersama dengan komunitas orang rimba (Suku Anak Dalam) yang ada di Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi merencanakan mendirikan sebuah radio komunitas. Niatnya radio komunitas ini diharapkan mampu menjadi semacam jembatan komunikasi antara orang rimba yang sebagian besar masih hidup di dalam hutan dengan orang luar. Fungsi yang lebih sederhana lagi, radio komunitas ini diharapkan bisa menjadi medium informasi sesameaorang rimba. Mulai dari informasi harga getah karet, sampai ke pengumuman tentang kematian dan sebagainya. Idealnya radio komunitas orang rimba ini diharap bisa menjadi ruang, “Dari, oleh dan untuk orang rimba.”

Sekedar catatan, Orang Rimba adalah suku kecil yang mendiami Jambi dan sebagian kecil Sumatera Selatan. Sebagian orang rimba masih menjadikan berburu dan meramu sebagai sarana bertahan hidup, mereka juga masih nomaden (berpindah tempat). Namun, interaksi sosial dengan pendatang membuat mereka mulai berkebun karet. Beberapa antropolog mencatat orang rimba, sebagai salah satu suku terakhir di nusantara yang masih mengembangkan ‘strategi budaya’ nomaden dalam rangka survival.

Kembali ke soal radio komunitas. Singkat cerita, radio komunitas sederhana pun didirikan, tapi masalah muncul manakala disadari tenaga listrik untuk menghidupkan beberapa alat siaran taklah memadai. Siaran ujicoba pun lebih sering ngadat ketika itu. Jika menggunakan genset tentu saja biaya menjadi berlipat-lipat karena pasokan bahan bakar minyak (BBM) yang tidak stabil dan harganya yang sangat mahal. (saat BBM masih Rp.4500/liter kami sudah membeli dengan harrga Rp.7000/liter). Tak ada pilihan selain berharap PLN mau menambah daya listrik yang sudah kami miliki. (900 watt)

Beragam keresahan membayangi kami, apalagi kami membayangkan betapa rumitnya administrasi di PLN. Alhasil, lika-liku pengurusanpun kami jalani. Awalnya semua terasa rumit, karena kami belum mengetahui prosedur resminya. Tapi setelah mendapat penjelasan dari PLN Merangin, Jambi dan juga Sarolangun, kami mulai merasa tak serumit yang kami bayangkan. Tapi, kami masih berkeyakinan tak ada yang cepat dan mudah dalam hal pelayanan umum di negeri ini.

Pelan-pelan hal itu tergerus, PLN langsung merespon permohonan kami, apalagi setelah mereka mengetahui peruntukan listrik tersebut untuk kebutuhan radio komunitas. Tak dinyana, tak lebih dari dua hari setelah kami mengurus semua administrasi, tim dari PLN kabupaten datang, padahal lokasi dari ibukota kabupaten ke lokasi kami tak kurang dari 3 jam perjalanan darat, itupun dengan jalan yang sangat buruk. Mereka melakukan semua analisa teknis, namun kendala lain membentur. Gardu terdekat dari lokasi kami, dayanya sudah habis terdistribusikan ke penduduk desa terdekat. Maka solusinya harus membangun gardu tambahan.

Pikiran tentang layanan publik yang buruk kembali melintas di pikiran kami. Ah ini hanya akal-akalan saja untuk cari duit… begitu yang terbersit. Tapi alangkah terkejutnya ketika tim teknis itu menolak pemberian uang ganti transport yang coba disodorkan pihak desa kepada mereka yang sudah jauh-jauh datang. Petugas itu berjanji akan mencari solusi, dan memberi kabar dalam waktu tak lebih dari satu minggu.
Akhirnya, tak lebih dari seminggu tim yang lebih besar datang kembali dan daya listrik di radio komunitas bertambah, siaranpun menjadi lebih lancar. Tak ada sepeserpun uang yang kami keluarkan diluar biaya resmi yang kami bayarkan di loket. Petugas lapangan menolak pemberian uang.

Wah, saya merasa bersalah terlalu memadati pikiran tentang hal buruk mengenai PLN, ternyata masa-masa gelap itu pelan tapi pasti mulai berlalu. Kini radio komunitas orang rimba telah berdiri dan mengudara dengan lancar, meski sesekali listrik padam. Tapi paling tidak mimpi tentang PLN bersih bukanlah pepesan kosong.

Menara siar radio komunitas orang Rimba/Foto : Huzer

  • October 26, 2013
Semakin sering terbang semakin penakut saya. Entah mengapa ? tiap pesawat mulai berguncang, apalagi mengalami turbulensi, maka keringat dingin akan mulai terasa di telapak tangan dan kaki. Uh, benar kata Seno Gumira Ajidarma “Orang yang di tempurung kepalanya berisi ketakutan, sesungguhnya manusia yang paling tidak beruntung.” Penerbangan yang dulu biasanya sangat bisa kunikmati tapi kini mulai menjadi semacam ‘siksaan’. Apalagi penerbangan ke tanah suci yang relatif panjang.

Semua berawal dari penerbangan malam Medan-Jakarta di sekitar pertengahan tahun 2009, pesawat Air Asia yang membawaku, setelah sekitar 30 menit terbang, mengalami penurunan ketinggian secara mendadak, seisi pesawat panik. Teriakan Allahu akbar terdengar berkali-kali, guncangan itu berlangsung cukup lama. Aku membatu, dan hatiku berulang kali bertasbih.

Tapi, ketakutanku akan terbang itu, tanggal 19 Oktober 2013 lalu mendapat semacam tamparan dari dua orang anak yang usianya tak lebih dari enam tahun. Dalam penerbangan Jakarta-Palembang menggunakan Lion air, aku duduk di kursi 9A seorang anak lelaki duduk di kursi 9F di depannya (8F) duduk seorang anak perempuan yang umurnya tak lebih dari enam tahun juga. Mereka berbicara tentang banyak hal, mulai dari Coboy Junior, cerita tentang berapa saudara mereka dan berbagai hal lain. Pokoknya suara dua anak itu menjadi teman penerbanganku.

Sampai saatnya pesawat memasuki awan yang cukup tebal, seperti biasa pesawat berguncang, seperti biasa pula aku merapatkan genggamanku di sandaran tangan kursi, keringat mulai mengucuri tubuhku. AKu mulai berkomat-kamit berdoa dalam hati. Jantung berdegup lebih kencang. Namun, apa yang terjadi dengan dua anak di kursi 8F dan 9F tadi ? mereka berdua tertawa-tawa, si anak perempuan berteriak “wah enaaak seperti di ayunan..”, si anak laki-laki tak mau kalah “Iya, seruuu..” Di kursi 9A, aku masih berdegup kencang dan berharap kota Palembang segera nampak, dan pesawat segera mendarat. Jantungku maish berdegup tiap kali pesawat akan memasuki awan. Umroh April dan berbagai pilihan dalam hidup.

Selepas pesawat mendarat di Bandara Internasional Sultan Mahmud Badarudin II, sepanjang perjalanan menuju rumah orang tuaku, aku berpikir, mengapa aku harus menumpuk ketakutan tiap kali terbang, mengapa aku tak berpikir saja guncangan di pesawat layaknya tengah berada di ayunan ? seperti yang dipikirkak kedua anak tersebut, terima kasih ya sobat kecil untuk pelajarannya !


Image : @Huzer Apriansyah


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgb50jDVCITcX6YDyWCtokRWXPljtrtQoP9vucIyYkFcrGuYGZbUn8mXvEw06oijiYtAYqnNBZBS40xIS8JvTlio3KpZqBvQYJViDMkiFTN5YNSbiIbeDfJ6wijQltGM57RNVc4/s1600/timthumb.jpg
Image : Ghiboo.com
Di saat kanak-kanak bahkan hingga dewasa kini, aku masih sering mereka-reka bentuk awan. Sesekali awan yang menggumpal di langit nampak seperti kuda yang berpacu, dilain waktu nampak seperti anak-anak yang berlari atau kadang-kadang aku berimajinasi awan itu berbentuk seperti kue donat, banyak lagi lainnya. Ah, mengasyikkan sekali mereka-reka bentuk awan itu. Ada kebahagiaan tiap kali menemukan bentuk tertentuk dari awan yang bergerak. Apakah kau melakukan hal yang sama denganku ?

Mungkin saja, banyak di antara kita yang merasa itu semua konyol, tak ada gunanya. Tapi coba tanyakan anak-anak (di masa lalu), mungkin mereka akan sama denganku, merasa senang. Menebak-nebak seraya berimajinasi bentuk awan kemudian menemukan bentuk tertentu, seperti menyusun keping-keping puzzle. Tapi apakah anak-anak masa kini merasa kan hal yang sama ? Kemungkinan besar jawabannya tidak lagi menarik, keasyikan itu telah berpindah dari ‘layar’ langit ke layar android. Begitulah hidup bergerak…

Bicara soal awan, kita sering juga menemukannya dalam untaian syair. Terkadang sudah dalam bentuk frasa ; awan hitam, awan berarak, dan sebagainya. Tapi entah mengapa, belakangan ada rasa takut tiap kali melihat awan putih yang menggumpal, terutama saat tengah berada dalam penerbangan. Sekitar seminggu lalu (20/10/13), saya menggunakan penerbangan Lion Air, terbang sekitar pukul 11.30 WIB, sekitar 15 menit terbang tiba-tiba turbulensi yang cukup keras terjadi. Penumpang di sebelah saya berteriak, “berdoa-berdoa…” dari bagian depan pesawat juga terdengar “Allahu akbar…Allahu akbar..” walau kejadian itu hanya berlangsung sekitar 10-20 detik, tapi cukup membuat sekujur tubuh berkeringat dingin.

Imajinasi tentang keindahan awan dengan segala romansa yang sering ada tiba-tiba lenyap, tiap gumpalah awan nampak, dalam penerbangan dan pesawat memasuki gumpalan awan ada rasa khawatir dan gugup. Guncangan keras yang diikuti pesawat yang ketinggiannya turun drastis sungguh membuat berdebar-debar. Meski terbang sudah lebih dari seratus kali seumur hidupku, tapi tetap saja rasa takut tiap kali memasuki awan hadir. Inikah yang disebut turbulensi ?

Setelah mencoba membaca banyak tulisan tentang penerbangan, jenis awan dan juga tentang turbulensi. Ternyata ada beberapa fakta menarik yang sedikit banyak memberiku pencerahan ;

1. Turbulensi artinya gerakan tidak beraturan atau berputar tidak beraturan akibat perbedaan tekanan udara atau perbedaan temperatur udara. Secara umum turbulensi tidak bisa membalikkan pesawat, hanya menghasilkan guncangan yang kekuatannya berbeda-beda.[1]

2. Awan cumulonimbus biasanya paling sering menyebabkan turbulensi.

3. Ada beberapa jenis turbulensi, mechanical turbulence karena gesekan angin dengan gunung, teing atau bangunan. Ada wake turbulence yang disebabkan oleh gerakan manuver pesawat. Semakin besar pesawat, semakin besar juga efek wake turbulence-nya. Biasanya kalo ada pesawat kecil terbang di belakangnya bisa terkena efek bergoyang-goyang bhkan bisa terhempas. Ada juga Convection Turbulence akibat udara panas yang mengalir ke atas sebagai akibat perbedaan temperatur. Inversion turbulence, perubahan arah angin (berbalik) karena perubahan temperatur. Frontal turbulence perubahan arah angin karena arah angin horizontal mendadak karena perbedaan tekanan. Satu jenis turbulensi yang paling ditakuti dalam penerbangan adalah clear air turbulence (CAT) termasuk jenis jet stream. Jet stream sendiri adalah arus angin berkecepatan tinggi (bisa lebih dari 150 knot = > 277 Km/jam) yang terjadi di lapisan atmosfir bagian atas yang sangat tinggi (high altitude), di atas 30.000 kaki. [2]

Ah, dari rasa takut akan awan saat terbang, ternyata menyangkut berbagai ilmu pengetahuan. Tulisan ini menjadi semacam ‘penenang’ bagi saya sebelum terbang jauh ke Afrika beberapa saat lagi.


___________________________

[1] http://en.wikipedia.org/wiki/Turbulence dan http://travel.detik.com/read/2013/07/08/164940/2295964/1382/3/turbulensi-6-rahasia-penerbangan-yang-diungkap-pilot
[2] http://kumpulankaryasiswa.wordpress.com/2012/03/25/turbulensi-pesawat-itu-apa-dan-kenapa-bisa-terjadi-pada-pesawat-serta-faktor-faktornya-apa-saja-apabila-pesawat-mengalami-kondisi-itu/
 





Popular Posts