Saturday, October 26, 2013

  • October 26, 2013
Semakin sering terbang semakin penakut saya. Entah mengapa ? tiap pesawat mulai berguncang, apalagi mengalami turbulensi, maka keringat dingin akan mulai terasa di telapak tangan dan kaki. Uh, benar kata Seno Gumira Ajidarma “Orang yang di tempurung kepalanya berisi ketakutan, sesungguhnya manusia yang paling tidak beruntung.” Penerbangan yang dulu biasanya sangat bisa kunikmati tapi kini mulai menjadi semacam ‘siksaan’. Apalagi penerbangan ke tanah suci yang relatif panjang.

Semua berawal dari penerbangan malam Medan-Jakarta di sekitar pertengahan tahun 2009, pesawat Air Asia yang membawaku, setelah sekitar 30 menit terbang, mengalami penurunan ketinggian secara mendadak, seisi pesawat panik. Teriakan Allahu akbar terdengar berkali-kali, guncangan itu berlangsung cukup lama. Aku membatu, dan hatiku berulang kali bertasbih.

Tapi, ketakutanku akan terbang itu, tanggal 19 Oktober 2013 lalu mendapat semacam tamparan dari dua orang anak yang usianya tak lebih dari enam tahun. Dalam penerbangan Jakarta-Palembang menggunakan Lion air, aku duduk di kursi 9A seorang anak lelaki duduk di kursi 9F di depannya (8F) duduk seorang anak perempuan yang umurnya tak lebih dari enam tahun juga. Mereka berbicara tentang banyak hal, mulai dari Coboy Junior, cerita tentang berapa saudara mereka dan berbagai hal lain. Pokoknya suara dua anak itu menjadi teman penerbanganku.

Sampai saatnya pesawat memasuki awan yang cukup tebal, seperti biasa pesawat berguncang, seperti biasa pula aku merapatkan genggamanku di sandaran tangan kursi, keringat mulai mengucuri tubuhku. AKu mulai berkomat-kamit berdoa dalam hati. Jantung berdegup lebih kencang. Namun, apa yang terjadi dengan dua anak di kursi 8F dan 9F tadi ? mereka berdua tertawa-tawa, si anak perempuan berteriak “wah enaaak seperti di ayunan..”, si anak laki-laki tak mau kalah “Iya, seruuu..” Di kursi 9A, aku masih berdegup kencang dan berharap kota Palembang segera nampak, dan pesawat segera mendarat. Jantungku maish berdegup tiap kali pesawat akan memasuki awan. Umroh April dan berbagai pilihan dalam hidup.

Selepas pesawat mendarat di Bandara Internasional Sultan Mahmud Badarudin II, sepanjang perjalanan menuju rumah orang tuaku, aku berpikir, mengapa aku harus menumpuk ketakutan tiap kali terbang, mengapa aku tak berpikir saja guncangan di pesawat layaknya tengah berada di ayunan ? seperti yang dipikirkak kedua anak tersebut, terima kasih ya sobat kecil untuk pelajarannya !


Image : @Huzer Apriansyah

Related Posts:

  • Sekali Lagi Tentang Ruby Fox Ruby Fox Nelson, satu anak muda langka. Mungkin kita tak pernah membayangkan bagaimana ia berpikir untuk mengumpulkan dana demi sesuatu yang bagi kebanyakan anak muda "sangat aneh". Banyak anak muda yang membanting tulang m… Read More
  • Seni Anti Korupsi Konon dulu korupsi dilakukan segilintir orang, sekarang dilakukan gotong royong. Konon dulu korupsi didominasi eksekutif, sekarang legislatif tak mau kalah. Semua berlomba mencari celah untuk korupsi. Lalu, nasib kami … Read More
  • Lebaran Nan Jauh Dimata Entah siapa yang bilang, konon kita bisa lebih memahami Tuhandisaat kita menjadi minoritas dan terkucil... Jauh dari kampung halaman, tak pula bisa mudik. Terdampar di negeri seribu jajahan, menyaksikan banyak "kebusukan"… Read More
  • Kepak sayap kupu-kupu Keresahan yang paling dahsyat muncul saat aku menyadari bahwa aku mulai menganggap pekerjaan-pekerjaan "kecil" tak lagi berguna; memungut sampah, membersihkan kamar kos, bahkan menjawab pertanyaan seorang sahabat. B… Read More
  • Benih Rasisme di UK ....Kita semua ingat saat ketika Zidane menanduk dada Materazzi di final piala dunia... Rasisme tidak hanya terjadi di lapangan sepakbola, liga Inggris konon khabarnya sarang rasisme. Pemain kulit berwarna sering kali menda… Read More

Popular Posts