SERI SNOWBALL TRAVELER (2)
Cibun, begitu nama kampung kecil yang mungkin namanya
tak muncul dalam peta negeri. Tak banyak penghuni republik ini yang pernah mendengar
nama itu, alih-alih mengunjunginya. Tapi tidak bagiku persinggahan di Cibun
adalah bagian penting dari hidupku. Ada riak-riak kesadaran yang meluap
manakala aku singgah disana.
Cibun sebenarnya nama grumbul yang merupakan bagian dari Desa Sunyalangu Kecamatan Karang
Lewas, Kabupaten Banyumas. Grumbul
sendiri adalah sebutan bagi satuan pemukiman warga yang biasanya tersendiri dan
terpisah dari wilayah desa inti dan biasanya juga memiliki penduduk dalam
jumlah yang tak besar.
Cibun sendiri berada tak jauh dari kaki Gunung Slamet,
sungai Logawa melintasi wilayah ini. Air yang hulunya di Gunung Slamet itu
bermuara di Laut Selatan Jawa, di Cilacap sana. Hanya butuh sekitar satu sampai
dua jam perjalanan saja dari Purwokerto menuju Cibun.
***
Mimpi rakyat Cibun akan sebuah jambatanlah yang
membuatku dan kawan-kawan ketika itu menambatkan hati di tempat sunyi ini. Tapi
lebih dari sekedar mimpi akan jembatan, semangat dan kebersamaan dengan
orang-orang disanalah yang membuat hatiku tertambat.
Cibun memang bukan destinasi wisata unggulan layaknya
Baturraden di Utara Purwokerto atau Guci di daerah Tegal sana. Cibun hanyalah
sesesap sepi di kaki Gunung Slamet. Tapi kalau anda seorang snowball backpacker, Cibun adalah tempat
yang wajib disinggahi.
Sulit mencari tempat ini ? Tidak juga. Cukup saja katakan
pada sopir angkot atau tukang ojek anda hendak ke Kedung Banteng. Sesampai di
Kedung Banteng anda bisa naik ojek atau
mencari angkutan umum ke arah Semaya. Saranku gunakan ojek saja. Harga tinggal
negosiasi, lima puluh ribu atau tujuh puluh ribu adalah angka yang rasional.
Selanjutnya berhenti di Rabuk (tanya saja Dusun Rabuk).
Dari Rabuk Tanya ke penduduk, mana jalan ke Cibun. Dulu kami selalu berjalan
kaki dari Rabuk ke CIbun tak jauh, sekitar satu atau dua kilo saja. Tapi sejak
jembatan dibangun anda bisa naik kendaraan roda dua sampai ke Cibun. Saran saya
hindari kendaraan, nikmati perjalanan dengan berjalan kaki.
Sekitar sepuluh menit berjalan di suasana pegunungan
yang sejuk, anda akan bertemu dengan jembatan gagah berwarna merah. Jembatan
gantung inilah yang dulu jadi impian warga Cibun. Belasan tahun mereka
memimpikan sebuah jembatan permanen, sebelum itu dibangun hanya sebuah jembatan
bamboo yang rapuh ada disitu. Nek jawah
giline keli…Kalau hujan jembatannya hanyut, begitu kata mereka.
Dari atas jembatan anda bisa melihat air sungai Logawa
yang bergerak di sela-sela batuan besar. Sempatkan turun untuk sekedar
merasakan sentuhan dingin air yang dibawa dari Gunung Slamet itu. Di sisi utara
kita bisa menyaksikan Gunung Slamet yang berdiri tegak. Sungguh sebuah eksotika
yang sulit didapati di tempat-tempat wisata umum yang banyak dikenal di
Banyumas dan sekitarnya.
Untuk bermalam ada dua pilihan, bisa menginap di
rumah-rumah warga atau kalau anda ingin yang lebih natural, bisa berkemah di
areal hutan pinus yang tak jauh dari permukiman mereka. Jika pilihan pertama
yang anda ambil. Carilah Pak Ngabidin, Kang Aris atau Pak Riswandi. Biasanya
kediaman mereka bisa ditempati. Soal makan jangan khawatir, masakan khas Cibun
sangat luar biasa. Tumis pakis dengaan ikan goreng nila atau Gurame biasanya
selalu ada.
Cibun sendiri oleh kebanyakan orang luar disebut
sebagai perkampungan para pelarian deki
(sebutan untuk para pengikut DI/TII), label yang melekat itu masih bertahan
hingga kini. Jika anda berminat pada nuansa sejarah dan budaya, anda bisa
berbincang dengan Pak Suhaeri atau Pak Yanto (sesepuh desa –jika masih ada).
Bagiku Cibun menyimpan magis tersendiri.
Pagi kala kabut masih menutupi cakrawala, maka Cibun
seperti sebuah perkampungan di atas kabut. Posisinya yang tinggi membuat
suasana terasa hening dan bening. Siang bisa anda habiskan waktu dengan berjalan
di hutan pinus atau sekedar mencari pakis. Atau kalau tertarik anda bisa
berjalan ke sebuah bukit (saya lupa namanya) dimana sebuah kuburan tua ada
disana. Kalau saya lebih melihat pesona kota-kota dari kejauhan. Dari bukit itu
dengan leluasa kita bisa memandang Purwokerto.
Bermain bola bersama anak-anak di lapangan hutan pinus
bisa jadi cara juga menikmati Cibun. Cericit burung dan semilir angin akan
menjadi teman di hutan pinus. Mandi di anak-anak sungai juga hal yang sangat
menyenangkan. Dulu kami jarang sekali membawa air minum jika berjalan-jalan
disini. Air yang mengalir biasanya langsung kami konsumsi. Sejuk dan
menyegarkan rasanya.
Kala senja datang dan cahaya langit mulai menguning,
suara ayat-ayat Tuhan yang berkumandang dari pelantang mushollah akan menjadi orchestra
yang menenangkan. Tak lama kemudian suara adzan akan menjalari Cibun.
***
Akomodasi wisata di Cibun memang tak ada apa-apanya disbanding
Baturaden atau yang sejenis. Tapi bagi snowball
traveler justru inilah kenikmatan yang tak ternilai. Menyaksikan
sudut-sudut nusantara dari sisi yang paling apa adanya.
Pada akhirnya petualangan sejati adalah perjalanan
menemukan jatidiri bukan sekedar memuaskan hasrat atau fantasi. Cibun adalah
sebuah destinasi yang layak menjadi opsi bagi kita yang menjadikan petualangan
sebagai ruang menemukan diri.
Salam snowball traveler
!
Keterangan Foto
Foto (1) Jalan setapak menuju Cibun/huzer apriansyah
Foto (2) Jembatan gantung merah yang melewati Logawa menuju Cibun/huzer apriansyah
Foto (3) Jembatan bambu sebelum jembatan cibun dibangun/huzer apriansyah
Foto (4) Purwokerto nampak dari Cibun/huzer apriansyah
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.