Tuesday, March 12, 2013

Angin petang menghempas-hempas bendera kecil merah-kuning, tiap huruf disebut maka formasi bendera berubah. “A,” teriak seorang di barisan muka, formasi dua bendera yang dipegang pun berubah, “B,” bendera kembali berubah posisi, begitu selanjutnya. Lapangan sekolah dipadati anak-anak berseragam coklat dengan topi dan hasduk yang terpasang rapih. Ada keceriaan, ada semangat dan ada disiplin disana. Sayangnya, seorang anak berwajah lusuh dengan gentar dan hati bergetar melihat adegan itu, seragamnya tak selengkap anak-anak di lapangan.  

Adegan di atas adalah adegan pembuka di trailer film “Hasduk Berpola”. Adegan yang dengan mudah membawa penonton kembali pada nostalgia hari-hari sebagai pramuka siaga atau penggalang di sekolah dulu. Ada romantisme, ada kebanggaan dan ada kenangan di adegan itu bagi penonton.

Perjuangan seorang anak menjadi sentrum film ini, anak dengan bakat, semangat dan kisah yang layak disimak. Di tengah kesulitan hidup dan rapuhnya harapan, ia tak mundur sejengkalpun. Meski hasduknya tak sama dengan yang dimiliki teman-teman, meski ada rasa malu, ia tak rela takluk di tangan keadaan. Satu tekadnya, menggapai prestasi di jambore yang akan digelar. Banyak aral melintang yang dihadapi sang tokoh untuk mimpi sederhananya itu. Apakah sang tokoh mampu merengkuh asanya ? Jika anda tertarik pada akhir kisah, maka kita bersama layak menyaksikan “Hasduk Berpola” yang akan tayang perdana 21 Maret nanti.

Film yang berlatar kisah anak-anak dengan dunia kepramukaan ini sesungguhnya begitu sederhana dan tak rumit dalam kisahnya, tapi dari kesederhanaan dan kedekatan kisah dengan realitas justru membuat film ini menjadi sangat kuat menguras emosi. Keceriaan sehari-hari dunia kanak-kanak dan romantikanya ditampilkan dengan sederhana dan tak berlebihan. Meski dialog kadang terasa kaku dan terlalu mengangkasa tapi tak mengurangi semangat dan jiwa film.

***

Di luar kisah dan hal teknis film, sebenarnya “Hasduk Berpola” menjadi semacam penawar rindu akan dunia pramuka yang hampir semua kita pernah merasakannya. “Hasduk Berpola” adalah film layar lebar nasional pertama yang menjadikan dunia pramuka sebagai latar kisah. 

Sebagaimana kita tahu, pasca runtuhnya orde baru, dunia pramuka mengalami pasang surut yang luar biasa. Identifikasi kedekatan pramuka dengan penguasa kala itu telah membuat pramuka mendapat label sebagai alat kekuasaan mempertahankan kuasanya. Kooptasi kekuasaan atas jiwa pramuka nasional memang tak bisa dinafikkan, Suharto kala itu memang secara terang benerang menjadikan pramuka sebagai alat propaganda kekuasaan. 

Usai 1998 nama pramuka seolah tenggelam ditelan zaman, hal politis di atas menjadi salah satu muasal. Tapi lebih dari itu budaya pop yang mengitari anak muda Indonesia telah pula ikut meredupkan dunia kepramukaan nasional. Pramuka pelan tapi pasti tenggelam dibalik Gangnam Style atau ikon budaya popular lainnya. Pramuka seolah telah menjadi nostalgia. Tunas kelapa layu dan tak tumbuh sesegar dulu. Beruntung Aletta Pictures memilih memproduksi “Hasduk Berpola” yang saya yakini tak terlalu bernilai komersial tinggi. Semoga bisa menjadi semacam titik balik kebangkitan pramuka tanah air.

***

Kembali ke film, kepedihan, semangat dan perjuangan sang tokoh utama film sekilas dapat kita lihat lewat trailer. Hidup yang tak mudah, sahabat-sahabat yang kadang justru menjadi musuh, dan kekerasan hati yang kadang melukai orang-orang tercinta terwakili dari sosok utama. Akan menarik rasanya menyaksikan sang tokoh utama melintasi petualangan hidupnya. Sembari berharap semangat dan kegigihannya bisa di contoh anak-anak nusantara hari ini.

Idris Sardi, seniman gaek yang telah malang melintang di panggung seni kali ini juga tampil sebagai kakek. Layaklah peran dan aksinya kita tunggu. Untaian kata-kata bijak dari sang empu bisa jadi menjadi semacam telaga dalam film ini. Sumber inspirasi sekaligus sumber semangat kita dalam mengarungi kehidupan nyata.

 Pada akhirnya “Hasduk Berpola” bukan semata tentang pramuka, tapi tentang hidup dan perjuangan. Bahwa hidup sebagai sebuah perjalanan tentulah tak akan selalu mulus, ada aral ada tanjakan dan sesekali mungkin kita akan terjatuh. “Hasduk Berpola” film sederhana yang bisa jadi sarat makna. 

"Hasduk Berpola" seolah tengah menantang zaman, film yang tak bernilai komersiil tinggi, karena tak berkisah tentang tema-tema kegemaran remaja. Tapi disinilah nilai lebih film ini, menantang zaman dengan menyelipkan kepingan-kepingan rindu para penonton akan dunia pramuka yang dulu pernah dilalui. 


0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Popular Posts