Ketika itu lima tahun usai bencana besar, tsunami
2004. Pelan tapi pasti duka lara mulai dilupakan, memang tak pernah benar-benar
bisa hilang dalam ingatan tapi Aceh telah bangkit menatap masa depan. Itulah
kesan pertama ketika menjejak langkah di Aceh.
Lebih dari separuh kawasan pesisir Aceh porak
poranda oleh terjangan tsunami yang menewaskan tak kurang dari 126 ribu jiwa
tersebut (Sumber). Selain korban jiwa dan harta,
Aceh menanggung pula kehancuran ekologis yang luar biasa, terutama ekosistem
mangrove. Kawasan-kawasan pesisir Barat dan Timur Aceh hancur luluh.
Bila berjalan di
pesisir Aceh, kita sesekali masih bisa menemukan akar-akar bakau yang besar.
Kekuatan akar bakau itu tak mampu menghadang kekuatan dahsyat yang dimuntahkan
tsunami kala itu. Adalah Pak Wahab, seorang mantan kombatan (sebutan
untuk mantan pejuang Gerakan Aceh Merdeka) yang menceritakan padaku betapa
lebat dan luasnya hutan bakau di sekitar gampong (kampung)
mereka di Krueng Tunong, Aceh Jaya.
“Kami biasa menyimpan senjata di akar-akar bakau, kalau ada TNI yang datang ke gampong,” begitu kira-kira ucapan Pak Wahab padaku untuk menggambarkan betapa lebatnya bakau disana. Tsunami menyapu itu semua, nyaris tak bersisa. Ikan, udang dan hasil tangkapan lainnya makin berkurang, Pak Wahab dan kawan-kawan hidup meradang.
Sosok yang
kehilangan dua orang anak dan seorang istri ketika tsunami ini tak lantas
menyerah dengan keadaan, pesisir gersang pasca tsunami pelan-pelan ia tabur
bibit bakau dan juga cemara laut (Casuarina equisetifolia L). Tak kurang dari sepuluh ribu bibit ia tanam
bersama kawan-kawannya di Krueng Tunong.
Bukan perkara
mudah menyemai benih di tanah yang dikoyak bencana, kondisi kesuburan pesisir
ketika itu memang belum pulih, tingkat keasaman tanah menjadi kendala. Belum
lagi ditambah dengan ternak warga yang gemar melahap pucuk-pucuk muda casuarina.
Sempat ingin menyerah melihat realita yang ada.
Beruntung Pak Wahab memiliki kawan-kawan yang selalu menyemangatinya.
Belajarlah ia kebanyka tempat, bertanya pula ia pada orang-orang dari
lembaga lingkungan. Dari sana ia paham betapa penting apa yang ia lakukan.
Bukan sekedar mengembalikan ikan atau udang, agar penghasilan bertambah, tapi
sesungguhnya Pak Wahab sedang berinvestasi untuk masa depan bumi. Tanpa ia
sadari, ia sedang ikut berkontribusi mengerem laju peningkatan emisi karbon di
bumi.
Tergerak akan masa depan anak bungsunya, iapun
melanjutkan menanam bakau dan cemara laut. “Kalau bukan saya yang menikmati
pantai ini menghijau, paling tidak anak saya dewasa nanti bisa menikmatinya,”
begitu tutur Pak Wahab, kala aku berjumpa persis saat film tentang perjuangan
Pak Wahab tengah diproduksi (film tersebut bisa diliihat disini). Film yang
diberi judul “Peuseulamat Pante Tanyoe” (film bisa dilihat disini : versi pendek dan versi panjang).
***
Waktu berlalu, bulan berganti bulan dan tahun
berganti tahun. Kini apa yang dilakukan Pak Wahab telah mulai menampakkan
hasilnya. Pelan tapi pasti bakau dan cemara yang ia tanam mulai menghijau.
Berdirilah dari Bukit
Cot Panglima di
jalan antara Banda Aceh dan Calang, maka dengan jelas kita bisa melihat hasil
yang dicapai Pak Wahab dan kawan-kawan.
Pak Wahab bukanlah ahli perbakauan, atau pakar soal
pesisir, ia hanya ingin pesisir kampungnya menjada hijau kembali. Ia ingin
rumah dan tambak-tambak warga menjadi teduh kembali. Tak hanya menanam bakau
dan cemara, Pak Wahab dan kawan-kawan juga mengubah pola mereka ber-tambak.
Kini mereka menggunakan metode silvofishery yang
lebih ramah lingkungan bukan lagi metode tradisional.
Kalau kita mau menimbang dari ribuan bakau dan
cemara yang Pak Wahab tanam berapa besar kontribusinya pada penyerapan karbon. Kita
yang sehari-hari berpergian dengan kendaraan bermotor atau yang terus menerus
mengonsumsi produk yang dihasilkan industri, dimana pabrik-pabriknya menjadi
penyumbang emisi karbon, maka pantas kita merasa berhutang pada sosok seperti Pak
Wahab.
Di tengah makin hilangnya hutan mangrove di
Indonesia, kita masih bisa berbahagia memiliki orang seperti Pak Wahab. Sosok
yang memilih menanam tinimbang menebang. Sebagai ilustrasi, mari kita lihat
data luas lahan mangrove nusantara dari masa ke masa, sebagai berikut.
Sumber : IN.N.Suryadiputra, dkk, 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia,
Wetlands International-Indonesia Programme
Wetlands International-Indonesia Programme
Data yang ada menunjukkan betapa makin besarnya
degradasi dan deforestasi hutan mangrove di nusantara. sekitar 1,1 juta hektare
hilang dalam dua dekade (1982-2002). Padahal hutan mangrove adalah salah satu
modal kita untuk mereduksi meningkatnya emisi karbon. Kita tahu perubahan iklim
telah terjadi dan dampaknya kita rasakan dari hari ke hari. Akankah kita
biarkan kondisi berkurangnya hutan bakau di nusantara ? Apakah kita lebih
memilih menebang dari menanam ? Apakah kita masih memilih tak peduli ? Atau
kita masih beranggapan prihal perubahan iklim ini urusan negara saja ?
Kalau kita masih
berpikiran masih demikian, selayaknya kita malu pada Pak Wahab dan kawan-kawan. Dengan kesederhanaan dan pemikiran yang tak
macam-macam, Pak Wahab memilih berbuat di tengah segala kesulitan, memilih
berpikir untuk masa depan ketimbang sekedar hari sekarang. Akhirnya bencana
membawa rencana, menabur bakau menuai harapan…
Notes :
Tulisan ini merupakan refleksi atas pengalaman
penulis ketika menjadi communications officer untuk proyek Green Coast yang
merupakan proyek rehabilitasi pesisir Aceh pasca Tsunami. Proyek ini
dilaksanakan oleh Wetlands International-Indonesia Programme dan WWF-Indonesia
dengan dukungan penuh dari Oxfam.
Oxfam sendiri adalah
konfederasi Internasional dari tujuh belas organisasi yang bekerja bersama di
92 negara sebagai bagian dari sebuah gerakan global untuk perubahan, membangun
masa depan yang bebas dari ketidakadilan akibat kemiskinan.
Keterangan foto :
1. Foto Pertama : Pak
Wahab berada di pondok dekat tambaknya.
2. Foto Kedua : Putri
Pak Wahab
3. Lahan yang ditanami
oleh Pak Wahab, sedikit mulai menghijau
Semua foto adalah
koleksi penulis.
FILM PEUSALAMAT PANTE TANYOE
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.