Friday, March 15, 2013

“What a massive responsibility ! Being a moral creature” (Isaac Marion)
Kalimat itu memang tak muncul dalam Warm Bodies versi film, tapi kalimat itu ada dalam versi novelnya. Tapi kalau boleh menarik benang merah film besutan Jonathan Levine ini (yang juga sutradara The Wackness -2008), justru kalimat di ataslah yang menjiwai film.

Film yang berlatar sebuah fantasi kehidupan manusia di dunia yang karena sebuah wabah terbagi menjadi tiga golong besar; manusia, zombie dan tengkorak. Dunia berada dalam rantai konsumsi yang bersifat piramida bukan lagi lingkaran. Manusia berada di lokus terbawah, manusia dikonsumsi oleh zombie dan tengkorak bisa memakan manusia atau zombie. Itulah seting dalam film ini.

Abstrak dan absurd memang, tapi dibalik itu sebenarnya film ini sedang mempertontonkan fakta moral kemanusiaan dunia hari ini. R dan Julie dua tokoh utama dalam film adalah representasi dari kelompok mayat dan manusia.

Spesies manusia yang tersisa sedikit mempertahankan diri dari sernagan mayat dan tengkorak dengan melindungi diri dengan tembok tinggi yang tak akan sanggup dilintasi zombie dan tengkorak. Dalam sebuah misi mencari obat-obatan di wilayah yang dipenuhi zombie, Julie, kehilangan teman dan kekasihnya, yang terbunuh oleh zombie. Adalah R, salah satu zombie yang melumat hati dan otak sang kekasih Julie. Tapi entah mengapa R, berakhir menyelamatkan Julie dari kejaran zombie-zombie lainnya.

Film ini memang drama romantic biasa, tapi ada dimensi kemanusiaan yang tak bisa dibilang surut di dalamnya. Zombie-zombie yang oleh manusia dipersepsikan tak berperasaan, setengah mayat dan buas itu ternyata tak demikian. Kehalusan perasaan dan sentuhan penuh kasih Julie pada R, mengubah itu semua. Zombie menemukan kembali kemanusiaan mereka yang hilang. Sedang Manusia menemukan kembali jiwa mereka yang semula dikungkungi ketakutan.

Jalinan kasih R dan Julie yang ganjil ini, menjadi semacam pemantik kesadaran paling dalam dari dua entitas, manusia dan zombie.

Film ini memang bukan film yang mengharu biru, ada komedi, ada airmata dan ada juga aksi laganya. Tapi diluar itu, film ini semacam menampar kesadaran kemanusiaan kita. Karena sebenarnya selama ini manusia seperti kita terlalu sering berasumsi atas manusia lainnya. Menganggap kita lebih manusia dari yang lain, kita lebih suci dari yang lain atau lainnya. Kita melepas diri dari keterhubungan, kita melepas diri dari kesaling sepahaman. Kita memilih hidup dalam tempurung kepala masing-masing.

Teringat salah satu kalimat R “I just want to connect. Why can't I connect with people? I'm lost…” Begitulah sejatinya kemanusian kebanyakan kita hari ini, kita tersesat dalam kedirian kita. Kita hanya berputar-putar dalam keyakinan semua yang kita yakini. Kita menolak membuka diri dan memahami sudut pandang manusia lainnya. Kita lebih memilih bersama yang sekeyakinan, kita menolak bersama dengan yang berbeda.

“Warm Bodies” memang bukan film luar biasa, tapi istimewa bagi kita yang ingin melihat secara lebih jujur kadar kemanusiaan dunia hari ini.

Warm Bodies (2013)
Directed by Jonathan Levine
Produced by David Hoberman, Todd Lieberman Bruna Papandrea
Screenplay by Jonathan Levine Based on Warm Bodies Novel by Isaac Marion
Starring Nicholas Hoult, Teresa Palmer, Rob Corddry, Dave Franco, Analeigh Tipton
Cory Hardrict, John Malkovich
Music by Marco Beltrami, Buck Sanders
Cinematography Javier Aguirresarobe
Editing by Nancy Richardson
Studio Mandeville Films
Distributed by Summit Entertainment
Release date(s) : February 1, 2013



0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Popular Posts