Sunday, November 12, 2006


Tanggal 9 November 1989, Tembok Berlin, setelah 28 tahun membagi kota ini menjadi Berlin Barat dan Berlin Timur, diruntuhkan. Sebuah monumen sejarah penting dalam dua dekade terakhir.


Saat ini, 17 tahun pasca peristiwa itu Amerika Serikat dan sekutunya yang dulu menguasai Berlin Barat telah menjadi kekuatan “super” dahsyat. Tak ada kekuatan penyeimbang sama sekali. Penguasa Berlin Timur masa lalu, Uni Soviet telah lenyap.

Kemarin Minggu (5/11) waktu Irak, seorang ikon perlawanan paling gigih atas kedigdayaan Amerikapun dijatuhi hukuman mati, di negeri yang sekian lama ia pimpin. Saddam Hussein terpojok di pengadilan yang “ditunggangi” Washington. Apa daya, ia dinyatakan bersalah melakukan genosida terhadap sekitar 150 warga Syiah tahun 1982 di Desa Dujail.

Masih banyak sosok-sosok yang menjadi “hantu” bagi Amerika dan arogansinya. Usama Bin Ladden, Mahmoud Ahmadinejad (presiden Iran) dan tentu juga seteru abadi AS, Fidel Castro. Namun, sayangnya keotoriteran AS dan sekutu belum bisa digoyahkan.

Mari kita identifikasi kejahatan kemanusian yang dilakukan AS dan sekutunya selama kepemimpinan Bush. Pertama, penyerangan terhadap Afghanistan, dengan dalil menghentikan teror Al Qaeda yang bermarkas disana. Ribuan rakyat sipil tak berdosa menjadi korban. Kepemimpinan Taliban di bawah Mullah Omar dianggap membentengi terorisme. Luluh lantaklah negeri itu.

Kedua, invasi AS dan sekutu -selanjutnya saya sebut Poros AS- ke Irak. Atas dalil menghancurkan instalasi nuklir Irak yang kemudian setelah gagal menemukan instalasi nuklir, AS membelokkan menjadi isu demokratisasi. Berdasarkan laporan John Hopkins Bloomberg School of Publik Health yang dirilis jurnal the Lancet terdapat sekitar 650 ribu lebih korban selama invasi poros AS ke Irak.

Kejahatan ketiga adalah kejahatan lingkungan. Menurut laporan Majalah New Internasionalist edisi Juni 2006, AS menjadi salah satu negara dengan produksi karbon dioksida (CO2) paling tinggi di dunia. Pada 2002 tercatat 20,1 juta metrik tons berkapita. Belum lagi kejahatan lingkungan yang dilakukan Trans National Corporations (TNC’s) dan Multi National Corporations (MNC’s) yang dimiliki atau dilindungi pemerintahan Amerika di negara dunia ketiga. Sebagai contoh kejahatan yang dilakukan Freeport Indonesia di Papua.

Ketiga hal di atas belum termasuk kejahatan kemanusiaan yang dilakukan serdadu Israel -yang dengan kasat mata mendapat dukungan Washington- terhadap rakyat Lebanon pada Juli 2006. Tentu juga serangan tak kenal henti terhadap palestina.

Jadilah kemudian atas nama anti nuklir dan juga anti terorisme, poros AS membabi buta menghancurkan semua negara yang mereka anggap ancaman. Seperti apa kata Bush. Hanya ada pilihan bagi dunia menjadi sekutu AS atau menjadi sekutu terorisme, yang artinya siap-siap dimusuhi dan diperangi poros AS. Korea Utara, Iran dan China adalah target AS selanjutnya, kita tunggu.

Pertanyaannya, mengapa kekuatan penyeimbang AS dan sekutu tak kunjung solid pasca runtuhnya Uni Soviet ? Ada dua kemungkinan ; pertama, AS dan sekutunya begitu powerfull hingga progress resistensi atas AS dan sekutu tak kunjung kelihatan secara berarti. Kedua, kekuatan penyeimbang poros AS muncul dalam dua poros besar; poros Islam dan kekuatan sosialis baru. Dua kekuatan ini tidak mudah untuk bersatu, hingga perlawanan terhadap poros AS bersifat sporadis dan parsial.

Poros Islam untuk sementara dapat kita representasikan dengan figur Ahmadinejad di jalur diplomatik dan Usama bin Ladden di jalur non-diplomatik. Secara umum Ahmadi Nejad mendapat dukungan diam-diam (silent support) dari banyak negara Islam lainnya. Termasuk Malaysia dan beberapa negara muslim di Afrika. Namun, pengaruh Iran belum cukup besar, mengingat negara-negara muslim yang “berhutang budi” dengan poros AS tidaklah sedikit, termasuk di dalamnya Indonesia.

Sedangkan Usama yang mulanya dibesarkan AS, menemukan bentuk perlawanan non diplomatik. Strategi ini cukup jitu, memberikan ketakutan pada poros AS, namun di sisi lain memperlemah posisi diplomasi kekuatan Islam yang digalang Ahmadinejad.

Poros kekuatan lain resistensi atas poros AS, berpusat di Latin America. Untuk menggambarkan kembalinya kekuatan sosialis di Amerika Latin. Pakar Amerika Latin Alvaro Vargas Llosa mengatakan “Populism is coming back to Latin America. We thought we had gotten rid of it at the end of the 1980s and early 1990s, but it’s coming back with force”.

Bermula dari kepemimpinan Luiz Inacio Lula da Silva di Brazil dan Hugo Chavez di Venezuela seolah menandakan awal baru revolusi Bolivarian, yang dulu diperjuangkan Simon Bolivar.

Kekuatan baru ini tentu memperkuat perlawanan yang digalang Fidel Castro di Cuba. Tidak hanya itu kemenangan Michelle Bachelet di Chili dan Evo Morales di Bolivia menambah kekuatan poros kiri baru di Amerika Latin ini.

Tentu saja poros AS sangat terusik dengan berbagai kemajuan kekuatan populisme di Amerika Latin ini. Hanya saja gerakan perlawanan poros ini nampaknya belum begitu padu. Lula, dikenal agak lunak terhadap Washington berbeda dengan Morales dan Chavez yang keras. Kekuatan latin amerika inipun juga belum membangun kerjasama yang lebih mendalam dengan China dan Korea Utara.

Membayangkan sebuah koalisi besar poros kiri Amerika Latin dan kekuatan kiri Asia (China dan Korea Utara) tentu akan menjadi kekuatan luar biasa menghadapi kedigdayaan poros AS. Namun, pertanyaannya mampukah kekuatan-kekuatan yang telah ada mengkompromikan masing-masing kepentingan nasional mereka. Kemudian, menyusun sebuah strategi bersama.

Menghadirkan dunia yang berkeseimbangan adalah sesuatu yang mutlak bagi tatanan dunia yang lebih baik. Poros AS tak bisa dibiarkan merajalela dan memberikan standar pada dunia semau perut (baca ; kepentingan) mereka. Pada tahap awal kehadiran kekuatan penyeimbang menjadi sangat mutlak.

Tembok Berlin memang menjadi semacam simbol sejarah buruk peradaban manusia. Tetapi, di sisi lain tembok Berlin mencerminkan sebuah dunia yang berbagi, tanpa dominasi. Tembok Berlin menjadi buruk, karena sejarah menulisnya demikian. Akhirnya makna apapun bisa hadir berkat intepretasi manusia atas tembok Berlin, bisa juga seperti yang disebut Fukuyama, itulah pertanda kemenangan kapitalisme. Sejarah telah berakhir.
17 tahun pasca runtuhnya tembok Berlin. Tatanan dunia baru menghendaki sebuah kondisi yang berkeadilan dan saling menghormati kedaulatan. Namun, dominasi poros AS telah membawa dunia dalam saling kebencian dan berpotensi saling menghancurkan. Konstruksi ekonomi dunia yang saling menindas, demokrasi berstandar ganda a la Amerika, lalu beragam kejahatan lingkungan menjadi bukti kegagalan poros AS. Saatnya perubahan !

0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Popular Posts