Sampailah pada satu waktu di medio April 2016, saya berjumpa dengan sesosok anak muda asal salah satu daerah di pedalaman Sumatera Selatan. Kami mengenalnya dengan nama Hendra, pendidikan terakhirnya Sekolah Dasar, berangkat dari keluarga yang tergolong susah, pernah menjadi pekerja bangunan, sopir dan beragam kerja-kerja serabutan lainnya. Nasibnya dan keluarga tak beranjak, berkutat di permasalahan keseharian kaum marjinal.
Dalam hitungan yang bisa dibilang sekejap mata ia mengubah jalan hidupnya dari yang tak berpunya menjadi anak muda berpenghasilan ratusan juta. Bagaimana bisa ? Ia berkenalan dengan dunia bisnis daring, awalnya jangankan bisnis online menghidupkan komputer saja ia tak bisa. Namun berbekal kemampuan membaca di sekolah dasar, ia menekuni bisnis online. Belajar cara membuat blog, belajar teknik search engine optimization (SEO) dan berbagai detail dalam dunia daring. Sampailah kini ia tercatat sebagai salah satu marketing online bidang umroh dan haji yang paling sukses di tanah air.
Perjumpaan dengan sosok inspiratif dan pekerja keras itu membawa keyakinanku bahwa penguatan kapasitas anak muda dari keluarga pra sejahtera bisa menjadi solusi konkrit dan berdampak luas bagi upaya pengurangan angka kemiskinan. Hendra yang saya ceritakan di awal tulisan tak hanya menuntaskan kemiskinannya dan keluarga tapi juga membuka lapangan kerja. Sungguh geliat bisnis daring berdampak sistemik bagi upaya mengurangi angka kemiskinan.
Mari kita mulai telaah lebih jauh dengan melihat statistik kemiskinan di tanah air;
Angka kemiskinan dari statistik indonesia yang dirilis databoks Indonesia, menunjukkan pemerintah telah berhasil terus menurunkan angka kemiskinan di tanah air. Angka ini akan menukik lebih tajam lagi mendekati angka 20 juta. Jika pemerintahan Presiden Joko Widodo, konsisten dengan Nawa Cita poin ke-7 "Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.”
Ekonomi berbasis daring sebagaimana kita ketahui telah menjadi pondasi vital perkembangan ekonomi dunia. Perusahaan raksasa di bisnis daring, macam Google, Facebook Amazon, Twitter dan sebagainya telah menjadi pemantik hadirnya bisnis-bisnis online dalam berbagai skala, mulai dari bisnis skala rumahan yang berkembang karena pasarnya meluas akibat penetrasi promosi melalui sosial media sampai ke bisnis skala global yang tumbuh akibat dunia yang makin tak berjarak, membuka peluang tumbuhnya perdagangan lintas negara dalam skala besasr dengan dukungan teknologi.
Strategi pemerintah dengan mendirikan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) adalah bukti keseriusan dalam mendorong tumbuhnya bisnis daring. Mengapa bisnis daring terutama yang berbasis komunitas bisa mengurangi angka kemiskinan :
- Permasalahan utama masyarakat di akar rumput adalah mereka memiliki produk, baik produk pertanian, kerajinan, kehutanan dan sebagainya. Tapi ada rantai distribusi yang begitu panjang yang membentang antara produsen ke konsumen, sehingga produsen cenderung terisolasi dari pasar. Peran teknologi informasi memungkinkan jarak distribusi tersebut terpangkas. Produsen bisa secara langsung memasarkan produk yang mereka miliki ke pasar.
- Angka kemiskinan yang muncul di perkotaan, salah satunya dipicu oleh tingginya harga kebutuhan pokok. Dengan semakin singkatnya rantai distribusi, maka secara alamiah, mekanisme pasar akan membuat harga di pasar menjadi turun. Ada satu contoh nyata dari keberhasilan bisnis daring yang membuat dampak signifikan pada sisi produsen dan konsumen, bisnis itu adalah transportasi online atau daring. Sebelum ada transportasi online konsumen hanya mengenal ojek pangkalan yang ongkosnya bisa dibilang relatif tinggi, kehadiran transportasi online telah makin mendekatkan penyedia jasa dengan pengguna jasa. Apa dampaknya, di sisi konsumen diuntungkan karena harga yang lebih murah Di sisi lain lapangan kerja terbuka karena kebutuhan pekerja di bidang transportasi meningkat. Databoks Indonesia merilis stastik penambahan pekerja sektor transportasi meningkat sebanyak 500 ribu orang hanya dalam rentang satu tahun.
- Era sekarang adalah era kolaborasi bukan semata kompetisi. Tanpa kolaborasi niscaya akan mati, begitu kata salah satu trainer yang dimiliki Google Australia, ketika saya mengikuti pelatihan di Google Malaysia mengenai design thinking. Nah, hal ini simetris dengan upaya pengurangan angka kemiskinan di Indonesia, manakala sebuah desa di pedalaman Sumatera memiliki produk andalan tertentu kemudian mereka berkolaborasi secara internal sesama penduduk, lantas mempromosikannya secara daring, kemudian membangun kolaborasi dengan distributor atau bahkan langsung ke pusat pengolahan produk tersebut, atau bahkan mengekspor produk mereka ssecara langsung. Maka akan ada trickle down effect yang luar biasa di desa bersangkutan. Mereka memutus ketergantungan pada tauke atau agen di kota-kota provinsi atau di kota kabupaten.
Tahun 2015, Kementerian Dalam Negeri menyebut di Indonesia terdapat 74.093 desa (Permendagri No 39 Tahun 2015). Jika pemerintah berhasil membangun infrastruktur teknologi informasi di desa-desa utama yang memiliki produk andalan yang cepat mendapat respon pasar baik nasional maupun internasional dan juga desa yang relatif tergolong miskin. Maka penguatan kapasitas masyarakat untuk mengakses dunia daring guna menopang penetrasi pasar dari produk mereka. Tentu ini akan menjadi stimulus bagi kebangkitan ekonomi di desa-desa tersebut.
Di samping itu bisnis daring berbasis komunitas memiliki prasyarat yang tidak berat : akses internet, kemampuan membaca dan kreatifitas. Tiga hal itu saja, selebihnya pasar yang akan menentukan. Keunggulan dunia daring, ia bisa dikuasai oleh siapa saja, tak mengenal umur dan tak mengenal latar belakang. Semua bisa ambil bagian, artinya terbuka peluang bagi siapa saja untuk sukses.
Di sisi lain bisnis daring memiliki momentum seiring dengan terus meningkatnya penyedia jasa layanan internet dan angka pelanggan
Seiring kian terbukanya pasar dengan tingginya pelanggan internet di Indonesia, maka peluang produk dikenal oleh masyarakat semakin luas. Misalnya dari 74 ribuan desa di atas tiap tahunnya muncul bisnis daring berbasis komunitas lahir di lima ribu desa, maka dalam lima tahun akan ada 25 ribu desa dengan bisnis daring. Kalau saja yang kemudian bisa survive dan berdampak besar secara ekonomi di desa tersebut ada 30 persen, kurang lebih sepertiga dari yang diinisiasi, maka akan ada 8 ribu lebih desa di Indonesia yang tumbuh dengan bisnis daring. Bayangkan dampak yang akan diberikan dari snowball effect kehadiran bisnis daring di desa-desa.
Selanjutnya mari kita coba lihat kemiskinan di kota besar. Kita mulai dengan ibukota, Jakarta. Berapa sesungguhnya batas minimal pendapatan untuk menyebut seseorang lepas dari garis kemiskinan.
Di tahun 2013 menurut data dari databoks.co.id garis kemiskinan di DKI Jakarta adalah sekitar 450 ribu, di tahun 2016 ada kisaran 500 ribu. Jika melihat potensi penghasilan bisnis daring, sebut saja bagi mereka yang mengandalkan online market sebut saja OLX, Tokopedia atau Bukalapak, berpotensi mendapat penghasilan menyentuh 1 juta, hanya bermodalkan akses internet, dan sebuah telpon pintar sederhana. Apa yang bisa dilakukan ? Jalan-jalan ke pasar, jeprat jepret produk yang menarik, tanya harga dasarnya, kemudian promosikan di pasar daring, ada yang pesan, baru beli produknya. Kemudian ambil selisih untuk keuntungan.
Belum lagi jika produk yang dipasarkan adalah produksi sendiri. Akan semakin besar potensi keuntungan yang dicapai. Bayangkan kalau 10 peren saja dari angka pengguran di kota besar aktif dan intensif diberdayakan untuk bergelut di bisnis daring, sungguh luar biasa impact yang bisa hadir.
Ekonomi kreatif yang diharapkan menjadi lokomotif ekonomi di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo tentu memberi ruang bagi tumbuhnya bisnis daring. Ketika bisnis daring ini tumbuh dan bisa diakses oleh semua lapisan, bukan tidak mungkin impian kesejahteraa dari founding fathers negeri ini tak lagi menggelayut di awang-awang, sekedar impian.
***
EpilogSenarai data statistik di atas, sejatinya bukan sekedar data, melainkan senjata ampuh untuk memahami realitas, ya realitas apa saja. Data statistik, sekian lama memang dicurigai sebagai alat kekuasaan untuk melanggengkan cengkramannya. Tapi sesungguhnya di tangan orang-orang yang tepat data statistik bisa menjadi senjata ampuh menangguhkan bangsa.
Lihat saja, empat data yang dirilis databoks di atas mencerminkan banyak fenomena, banyak realitas. Jika disajikan secara jujur dan dianalisa secara tepat, data akan meloncat menjadi senjata ampuh menentukan langkah dan strategi. Baik di level individu, korporasi, institusi bahkan negara.
Sayangnya sekian lama angka statistik Indonesia dicurigai karena pengalaman buruk penguasa yang menggunakan data statistik secara manipulatif, di sisi lain kita kerap terbiasa dengan bicara sekedar katanya tanpa data. Tentu bukan perkara mudah mengubah kebiasaan itu. Tapi, terobosan yang dilakukan databoks.co.id niscaya akan jadi picu bagi kita semua untuk mulai terbiasa menggunakan data dalam kehidupan sehari-hari.
Olahan data yang ditampilkan secara populer tak kaku, akan membuat data statistik bukan lagi perkara yang membuat dahi berkerut. Mengenal Indonesia dengan data, pada saatnya akan menjadi tradisi keseharian kita. Terima kasih www.databoks.co.id.