Sunday, November 27, 2011


1322251689316996000
Baju baru sang raja/doc@huzera
Layar tersingkap, tiba-tiba saja seorang pemuda berteriak lantang “Wahai penguasa, betapa rakusnya kau akan tahta dan harta, sedang rakyatmu merintih kemiskinan…bla..bla..” Tiba-tiba, istri pemuda itu datang, segera saja umpatan akan suaminya yang pengangguran, pemimpi dan tak tahu diri berhamburan dari sang istri. Sontak saja penonton tertawa geli, pemuda yang begitu garang dalam latihan orasinya tadi, takluk tak berkutik di tangan nyonya rumah yang lebih garang.
13222516101725741006
Aktivis demo berselingkuh dengan rekan aktivis/doc@huzera
Begitulah, lakon “Baju Baru Sang Raja” memulai kisah dengan sebuah ironi. Lakon bergenre parodi ini sepanjang babaknya memang menawarkan beragam ironi. Ironi atas realitas sosial, budaya dan politik yang mengitari kita hari ini.

Lakon yang diinspirasi oleh dongeng The Emperor’s new clothes karya H.C. Andersen ini secara gemilang diterjemahkan dalam satire oleh sang sutradara, I.Yudhi Soenarto. Lakon yang mencoba bergerak ke depan mendahului zaman namun berpijak pada realitas hari ini.

Berlatar tahun 2027, dimana Indonesia telah terpecah dalam negara dan kerajaan kecil. Salah satunya adalah kerajaan yang menjadi latar kisah ini, entah apa namanya. Kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang mendambahkan dirinya agung, disegani dan tangguh layaknya raja terdahulu, yang tak lain adalah mertuanya. Namun sayang, realitas berkata lain sang raja tak mampu memimpin negeri. Pemberontakan hadir dimana-mana, kemiskinan jadi menu utama di kerajaan. Istanapun dikelilingi oleh badut-badut politik.

Ah, jangan bayangkan lakon ini akan serius seserius kisahnya. Sutradara menampilkan kisah nan dramatis tentang sebuah negeri yang nyaris kolaps secara amat jenaka. Bukan ! Cerita ini tak sedang bercerita Indonesia hari ini. Tapi, ironi yang dibawa bisa jadi mewakili negeri kita hari ini.
Ironi Politik yang Dibawa ke Panggung
132225151426073195
Kilas babak Baju Baru Sang Raja/doc@huzera
Pemuda, pemikir masa depan negeri yang tak lelah mengkoordinasi demonstrasi ternyata eh ternyata hanya “banci” di hadapan istri dan ‘aktivis’ selingkuh pula. Inilah yang kemudian menjadi pembuka renyah di awal lakon, sebuah ironi. Tak hanya itu, di belakang hari ternyata pemuda idealis, yang menyebut dirinya berjuang bagi bangsa itu bersekongkol dengan adik ipar raja untuk menggulingkan raja. 10 Milyar disiapakan menteri pertahanan yang adik ipar raja itu untuk demonstran.

***

Lingkaran dalam istana dipenuhi badut-badut politik. Kerjanya hanya meyakinkan raja bahwa semua baik-baik saja. “Rakyat miskin itukan sudah biasa susah, ya biarkan saja raja. Terpenting bahwa raja tetap tampil simpatik di hadapan rakyat” Itu ungkapan perdana menteri, ketika meyakinkan raja untuk menghibur rakyatnya dengan sebuah festival. Festival baju baru sang raja.

Restu rajapun mengalir, sebuah pesta besar disiapkan. Punggawa istana berkumpul mencoba mencari solusi atas dana yang dibutuhkan. Menteri keuanganpun “otak-atik” anggaran. Ia marah sekali ketika disebut manipulasi, “Ini hanya utak-atik anggaran bukan manipulasi” begitu sentaknya tatkala menteri kesejahteraan menyebut rencananya sebagai manipulasi.

Setelah negosiasi  lot, disepakatilah dana 500 milyar yang dibutuhkan untuk festival akan diambil dari dana talangan bank swasta. Mereka merencanakan menyuntikkan dana 2 triliun ke salah satu bank yang berpotensi bangkrut berdampak sistemik. Hanya saja si empunya bank kebagian 1 Triliun, sisanya akan digunakan untuk festival. Ah..cerdas sekali sutradara lakon ini. Silahkan pembaca tebak sendiri, kasus apa yang sedang disindir lakon ini…

Sungguh senarai satire menjadi nuansa utama lakon. Kali ini, istana kembali geger. Permaisuri tak terima kalau festival itu tak melibatkannya, ia ingin festival itu menjadi “Festival baju baru sang raja dan ratu” Kabinetpun meyakinkan sang ratu bahwa itu bukan ide baik. Ratu berkeras hati. Namun, bujuk rayu perdana menteri akhirnya meluluhkan sang ratu. Perdana menteri mengusulkan “studi banding” untuk sang ratu ke Eropa. Nah, saat studi banding itu ratu bisa belanja gaun-gaun terbaik di Eropa. Bereskan..! Ratu bisa dapat baju baru dan sang raja dapat baju baru lewat festival.

Rencanapun diamini sang raja. Berangkatlah sang ratu bersama sang adik, yang tak lain adalah istri menteri pertahanan. 100 milyar dana yang dianggarkan untuk belanja berkedok “studi banding” itu.

Ratu melancong, rajapun siap-siap berindehoi, dengan para dayang. Segeralah perdana menteri mempersiapkan
13222514001615005309
Raja indehoi bersama dayang/doc@huzera
liburan plus-plus bagi raja. Sementara raja berasyik mahsyuk, menteri pertahanan menjalankan rencananya yang akan mengkudeta sang raja. Amerikapun sudah ‘acc’ rencana itu. Seorang agenpun dikirim ke kerajaan.

Agen rahasia yang menyamar sebagai seorang perancang busanapun melobi istana lewat perdana menteri. Merekapun bersepakat bawah uang hadiah perancang busana terpilih akan jadi milik perdana menteri. Imbalannya, perdana menteri yang ketua dewan juri harus memenangkan baju rancangan perancang busana itu, Mr. Wong.

Di sisi lain, para aktivispun mulai turun ke jalan. Banyak mahasiswa dan pemuda yang mereka jebak dalam aksi. Padahal di balik aksi mereka menangguk harta dan juga jaminan jabatan dari menteri pertahanan. Ah..ironi negeri kita lagi..!

Dialog Raja dan Penasehat

Saat sang raja tengah menikmati tiap lekuk tubuh para dayang yang masih perawan (kata sang raja) tiba-tiba muncul penasehat kerajaan (diperankan Tommy F Awuy). Sontak raja terkejut dan memarahi perdana menteri.
13222510871118210309
Penasehat kerajaan mengingatkan raja/doc@huzera
Singkat cerita penasehat mengutarakan kegelisahannya, “Ananda raja, hamba hanya ingin menyampaikan bahwa hamba melihat baginda raja jatuh dari tahta, ananda raja dalam semedi hamba nampak telanjang di hadapan rakyat dan diseret” Segera saja hal itu mengundang amarah raja.

Penasehat tak mundur, “Saya lakukan ini karena saya mencintai negeri kita, bukan seperti badut-badut yang ada disekitar paduka. Kerjanya hanya menjilat bokong paduka” Perdana menteripun tersulut dengan ucapan penasehat sepuh itu. Penasehat tetap saja meluncurkan kata-kata “Raja ada kalau rakyat ada…..”

“Ananda raja, apakah kau tak sadar bahwa negerimu ini dalam kondisi kritis. Rakyat kelaparan, dusta kau tebar dimana-mana, pendidikan lumpuh, kebutuhan dasar rakyat tak terpenuhi, tapi kau malah bersenang-senang disini” Raja terbakar mendengar ocehan penasehat, diusir keluarlah penasehat tua yang juga paman sang ratu itu. Raja memerintahkan pada perdana menteri, esok si tua bangka itu harus pergi untuk selama-lamanya..

Puncak Kebodohan Sebuah Negeri..

Mr. Wong sang perancang meyakinkan pada semua di istana termasuk raja bahwa pakaian yang ia rancang memilki kekuatan magis yang luar biasa. Jadi, hanya orang-orang yang cerdas dan bijaksanalah yang bisa melihat gaun tersebut. Bagi yang bodoh tak akan mampu melihat pakaian kebesaran sang raja itu.

Seisi istana tak ada yang mau disebut bodoh, sehingga semua merasa melihat gaun itu. Tak terkecuali raja.

Di saat bersamaan menteri pertahanan meneror rakyat, bahwa esok saat parade raja dengan baju barunya. Tak boleh seorangpun tertawa. Semua harus kagum pada raja, tanpa terkecuali. Kalau sampai ada yang menertawakan raja. Maka hukuman gantung berlaku baginya.

13222512511184510550
Mr Wong sang agen rahasia Amerika Serikat/doc@huzera
Mr. Wong sang agen rahasiapun menghubungi Amerika, melaporkan bahwa tugas ini terlalu mudah buatnya. Negeri ini dihuni oleh pemimpin yang bodoh. Semua yang saya katakan, pasti dituruti. Asalkan saya bawa nama Amerika, negeri ini pasti akan terkagum-kagum. Begitu isi laporan Mr. Wong.

Tibalah hari festival. Ribuan rakyat berkumpul di alun-alun kerajaan. Riuh rendah rakyat menanti sang raja dengan baju barunya. Hiburan-demi hiburan dinikmati rakyat. Tibalah sang raja dan ratu melintas. Luar biasa, tak sehelai benangpun melekat di tubuh sang raja. Namun, rakyat dan petinggi istana tak satupun yang berani tertawa atau mencela. Semua tarkagum-kagum pada baju baru sang raja.

Rajapun naik panggung, berapi-api sang raja berpidato membanggakan baju barunya yang hanya bisa dilihat oleh orang pintar dan bijaksana. Disaat semua manggut-manggut dengan pidato sang raja, muncullah seorang anak kecil yang menertawakan raja. Di saat bersamaan demonstran keluar meneriakkan “Raja gila, raja gila, raja gila”

Seisi negeripun bergemuruh menertawakan rajanya yang sudah gila. Muncullah perdana menteri yang mengumumkan bahwa ia mengambil alih kekuasaan, sampai pemeriksaan terhadap kesehatan jiwa sang raja selesai dilaksanakan oleh tim dokter dari Amerika.

Itulan ending dari semua parodi satire bertajuk “Baju Baru sang Raja”

***

Sang sutradara dalam sambutannya menuliskan Kondisi masyarakat yang digambarkan dalam pementasan ini sudah pasti bukan kondisi yang ideal. Dan, semoga saja dalam kehidupa nyata, kita tidak (lagi) berkomedi, memaksakan happy ending bagi diri dan kelompok sendiri atau bergotong royong mengundang kekacauan, bersama-sama menuju kehancuran”


Lakon ini sejatinya adalah colekan bagi siapa saja di negeri ini tak terkecuali rakyat yang kerap latah. Terutama pula bagi pemimpin yang culas dan berhati serakah. Bahwa Indonesia hari ini masih ada, benar adanya. Tapi akankah Indonesai bertahan 10 atau 20 tahun lagi ? kita tak pernah tahu. Sejarah esok ditentukan oleh laku kita hari ini.
1322250120270089848
Raja gila…raja gilaaa/doc@huzera
Note..
Salut untuk teater sastra (Tesas) FIB UI dengan pementasan lakon ini. Meski kekurangan masih disana sini, tapi jelas penampilan mereka fantastic ! bagi anda yang berminat menyaksikan, datang saja ke Taman Ismail Marzuki (TIM) pukul 8 malam. Pentas akan berlangsung hingga Ahad mendatang, masih ada dua hari..!

..for someone who living in Finland, believe in me that TIM still “our garden”. One day, we will be there together again !


0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Popular Posts