"Young
people should be at the forefront of global change and innovation. Empowered,
they can be key agents for development and peace. If, however, they are left on
society's margins, all of us will be impoverished. Let us ensure that all young
people have every opportunity to participate fully in the lives of their
societies."
-- Kofi Annan
Sejarah telah mencatat, banyak perubahan di belahan
bumi diinisiasi oleh anak-anak muda. Kofi Anan, mantan sekretaris jenderal PBB
dengan kalimat di atas menegaskan betapa sentral dan vital peran anak muda.
Perubahan global dan perdamaian bisa tercipta jika anak-anak muda dilibatkan.
Tinggal bagaimana memberi ruang dan kesempatan bagi anak muda untuk
berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan bermasyarakat.
Tak terkecuali Indonesia, proklamasi 17 Agustus 1945
mungkin tak akan pernah ada jika pemuda Soekarni, Wikana atau Chairul Saleh tak
mendorongnya di Rengasdengklok. Perubahan 1966, juga didorong oleh anak-anak
muda, yang terbaru reformasi 1998 anak muda pulalah yang mendorongnya.
Tapi mendorong perubahan tak selalu terkait dengan
hal-hal besar, hal yang menyangkut hidup mati negeri atau peristiwa bombastis
lainnya. Kepemimpinan kaum muda bisa dimulai dengan hal-hal yang sederhana.
Kepemimpinan anak muda adalah sebuah sikap atau perilaku yang menginspirasi
banyak orang untuk melakukan hal-hal baik, yang memberi kemanfaatan bagi banyak
orang.
***
Adalah Agus Hidayat, seorang wartawan di Majalah
Tempo yang pertama kali memperkenalkan sosok Ruby Fox Creek Nelson padaku.
Begini cerita tentang Ruby;
Ruby Fox Nelson, gadis mungil asal Amerika Serikat,
celengan kesayangannya ia bongkar saat delapan tahun usianya. Semu ahasil
tabungan ia belikan seratus pot dan bibit bung petunia, ditanam dan dirawatnya
bunga-bunga itu. Dengan tangan mungilnya ia memastikan semua bunga bisa tumbuh
dengan baik.
Sampai pada musimnya, bunga-bunga itu siap dipanen.
Ia menjualnya dari pintu ke pintu. Sembari mengetuk pintu ia berteriak “Tiap sen uang anda amat berharga bagi
orangutan.” Tuby mengumpulkan sen demi sen hasil keringatnya. Bukan
sebentar, empat tahun ia melakukan hal itu, bahkan saat libur ia bekerja di
rumah kaca, sampai mengemudi traktor di ladang milik tetangga. Tekadnya
terpatri sudah. Ia ingin membantu orangutan yang namanya samar-samar ia dengar.
Sampai pada masanya, uang tujuh ribu US Dollar
terkumpul, dengan nilai tukar ketika itu, senilai hampir 60 juta rupiah. Jumlah
yang tak sedikit untuk perjuangan anak seusia Ruby.
Ia antarkan sendiri uang itu kepada Dr. Birute Mary
Galdikas yang telah mendedikasikan hidupnya lebih dari 32 tahun untuk
konservasi oangutan. Ruby disambut ramah, sebagai hadiah Ruby bisa
bercengkrama dan memandikan orangutan di Tanjung Puting, Kalimantan Timur.
Lain Ruby, lain Beteguh. Usianya belum genap enam
belas tahun, ia adalah anak Orang Rimba di Bukit Dua Belas, Jambi. Sukunya
sekian lama tersisih, karena hutan mereka dirambah. Berbekal semangat Beteguh
menyemai asah, ia belajar baca, tulis dan hitung. Meski kerap dihina karena
budaya mereka yang berbeda, Beteguh tak pernah menyerah, kini ia duduk di kelas
tiga SMP.
Ia tak hanya sekolah, tapi mencoba menjadi guru
untuk anak-anak Orang Rimba lainnya, keluar masuk hutan ia jalani, berharap
adik-adiknya dan Orang Rimba lainnya kelak siap menghadapi perubahan sosial.
Kini Beteguh telah menjadi panutan bagi banyak anak-anak Orang Rimba, ia tak
hanya cerdas untuk diri sendiri tapi membaginya dengan komunitas.
Penulis bersama Beteguh (paling kiri)/foto Heriyadi Asyari |
Kalimat Kofi Annan di awal tulisan ini seolah
menemui konteksnya jika merujuk kisah Ruby dan Beteguh. Mereka dewasa sebelum
waktunya, pikirannya melampaui usia fisiknya. Mereka adalah anak muda yang
pantas disebut sebagai sumber inspirasi bagi banyak orang. Inilah kepemimpinan
dalam makna sejatinya; inspirasi.
Kisah Ruby dan Beteguh adalah pengantar bagi kita
semua, anak-anak muda Indonesia untuk mengerti bahwa kepemimpinan inspiratif
adalah karakter utama kepemimpinan anak muda. Lantas, dalam konteks Indonesia
seperti apa anak muda pemimpin itu ?
Anak
Muda Pemimpin Itu Adalah....
Nusantara, di masa lalu terdiri dari kerajaan-kerajaan.
Beberapa di antaranya mahsyur sampai ke antero dunia. Sebut saja Samudera Pasai
di sisi Barat Pulau Sumatera, Kerajaan Pagaruyung di wilayah yang kini kita
kenal dengan Sumatera Barat, Indragiri di Riau, Melayu di Jambi, Sriwijaya di
Palembang, Tarumanegara di Jawa Barat, Majapahit, Mataram, Kutai, Ternate dan
berbagai kerajaan lainnya.
Indonesia hari ini adalah refleksi dari nusantara di
masa lalu, begitu majemuk negeri kita. Dalam keragaman geografis, sosial,
budaya, ekologis dan bahkan suku bangsa, maka kesalingsepahaman antar budaya
menjadi mutlak. Karakter pertama yang harus dimiliki anak muda pemimpin itulah sensitifitas dan pemahaman atas kebhinekaan
Indonesia.
Jika sebagai individu kita sudah bisa mengelolah kemajemukan
sebagai sebuah keindahan, bukan ancaman, itu pertanda karakter anak muda
pemimpin sudah ada pada kita. Tapi jika dalam hati kita masih menyoal warna
kulit yang berbeda, bahasa yang berlainan atau agama yang tak sama, maka kita
masihlah berada dalam tempurung kekerdilan.
Tak ada tempat di Indonesia masa depan bagi pemimpin
yang hati dan pikirannya kerdil.
Selanjutnya, kita semua tahu dunia menghadapi
ancaman atas terus merosotnya daya dukung ekologis. Paling nyata kita bisa
melihat bagaimana asap memorakporandakan aktivitas keseharian di Riau, banjir Jakarta
melumpuhkan ibukota, kualitas air tanah terus menurun, kemarau lebih panjang
dari biasanya, hasil panen produk pangan kita tak lagi mudah. Gejala apakah
semua ini ? Yup, daya dukung ekologis kita terus merosot.
Permasalahan ekologi adalah tantangan besar di masa
depan. Dunia akan mengalami sebuah fase yang tak mudah menyangkut buruknya
kualitas lingkungan. Termasuk perubahan iklim yang terus menunjukkan gejalanya.
Lantas apa kaitannya dengan kaum muda ?
Gaya hidup, pola konsumsi dan juga perilaku
keseharian kita bisa memengaruhi kualitas ekologi secara global. Bukan sekedar
masalah tanam pohon, tapi lebih dari itu, perilaku keseharian kita harus diubah.
Sudahkah kita mencoba mengurangi emisi dengan mengurangi penggunaan kendaraan
pribadi. Sebisa mungkin menggunakan angkutan umum. Sudahkah kita berhemat
energi listrik di rumah, memadamkan lampu atau peralatan listrik seusai menonton
teve atau usai belajar. Memang hal-hal itu tampak remeh temeh, nyaris tak
berpengaruh pada kondisi global, tapi coba bayangkan jika perilaku kita bisa
menginspirasi kawan-kawan kita, keluarga kita dan lingkungan sekitar kita.
Berapa banyak dampaknya. Sekali lagi kepemimpinan kaum muda adalah kemampuan
menginspirasi.
Maka karakter kedua dari anak muda pemimpin itu
adalah memilki perilaku yang ramah
lingkungan, kemudian memahami kenyataan bahwa bumi tengah menghadapi perubahan
iklim yang dampaknya bisa sangat buruk bagi kehidupan.
Indonesia di masa depan akan tetap berhadapan dengan
masalah kemiskinan dan terbatasnya lapangan kerja. Mekanisasi industri
mengakibatkan peran manusia tergantikan mesin, di sisi lain pertumbuhan
penduduk terus terjadi. Jumlah penduduk usia kerja dan jumlah lapangan kerja
akan menjadi sangat timpang, pengangguran dimana-mana, kemiskinan jadi musuh
bersama.
Lantas seperti apa karakter anak muda pemimpin itu,
ya harus memiliki karakter
kewirausahawanan baik kewirausahaan sosial maupun bisnis.
Tiga karakter dasar di atas mejadi mutlak bagi anak
muda pemimpin jika ingin memebawa negeri ini menjadi lebih baik. Pertanyaan
selanjutnya bagaimana caranya menjadi anak muda pemimpin itu ?
Caranya
Menjadi Anak Muda Pemimpin Itu...
Tiap kita punya karakter, bakat dan kekhasan
masing-masing. Minat kita mungkin tak sama, kesukaan kita pada sesuatu juga tak
selalu sama. Tapi paling tidak ada beberapa nilai dasar (common values) yang bisa membuat kita menjadi anak muda pemimpin,
anak muda yang menginspirasi.
Cintai
apapun itu minatmu, jika minat kita pada dunia seni, maka
cintailah seni sebagaimana kita mencintai diri sendiri. Jika kita berminat pada
dunia teknlogi, tekuni dan cintailah dunia itu. Termasuk minat pada dunia
kepenulisan, maka cintailah dunia tulis menulis itu sepnuh hati.
Pilihan memang tak selalu mudah, semua butuh
perjuangan untuk sampai pada suatu masa yang indah. Einstein yang jenius
sekalipun kerap dicibir kawan-kawannya, bahkan Piccaso, sang pelukis mahsyur
tak serta merta bisa melukis dengan indah. Semua ada prosesnya, semua ada
perjuangannya. Kesediaan untuk berproses
dan berjuang itulah yang menjadi kunci.
Selanjutnya, kerelaan
hati untuk belajar dari siapapun dan apapun, adalah kunci untuk mencapai pemahaman yang
utuh atas segala sesuatu. Terkadang kita bisa belajar ketulusan dari anak
kecil, kita bisa belajar bagaimana berjuang untuk hidup dari binatang di gurun,
dan kita bisa memahami makna keikhlasan dari tetesan hujan. Bumi dan isinya
disediakan sebagia ruang belajar bagi manusia, tak ada alasan untuk menolak
belajar.
Dialog
adalah
kunci mengubah dunia, begitu kata Paulo Freire. Maka bagi anak muda pemimpin,
berdialog dengan banyak pihak adalah kunci menyebarkan gagasan dan menerima
masukan. Dari dialog rencana perubahan bisa dikerjakan bersama.
Kerendehan
hati untuk mendengar kritik, ini adalah kunci penting untuk
menjadi sosok yang menginspirasi, anak muda yang siap memimpin. Kita kerap kali
garang dan tajam kalau mengkritik tapi alfa mendengarkan kritik bahkan marah
jika dikritik. Anak muda pemimpin taklah demikian.
Masih banyak lagi cara menjadi anak muda pemimpin,
tapi lima hal dasar di atas adalah beberapa kunci yang harus dijalani. Negeri
ini butuh lebih banyak anak muda pemimpin.
***
Tulisan ini adalah
refleksi pribadi penulis, bukan untuk siapa-siapa tapi untuk diri sendiri. Permenungan
sekaligus napak tilas dari proses yang pernah penulis jalani. Mohon maaf jika
terasa menggurui, niatnya sekedar berbagi. Agar bersama kita bisa menjadi anak
muda pemimpin.
Tabik