Buku bersampul oranye
itu sudah lumayan lama bersandar di almari ruang kerjaku. Belum terbaca utuh,
tak pula masuk prioritas buku yang harus dibaca. Hanya sesekali kubuka secara
acak saja halaman-halamannya. Setengah atau satu halaman lalu aku berhenti.
Kepalaku dipenuhi
muatan persepsi, “Ah sudah terlalu banyak
puja puji untuk sosok satu ini !” Paling-paling sebelum mengembalikan buku
oranye itu ke rak buku atau membiarkannya terserak di atas meja, tatapanku
terhenti sejenak pada sosok berbaju kotak-kotak merah, hitam dan putih yang
tertawa lepas dengan wajah yang menghadap ke atas (mendongak), ya semua tahu siapa dia, Jokowi. Sosok pemimpin yang
konon begitu langkah didapati di era ini.
Pernah pula kupasati
penulis-penulis yang berkontribusi untuk buku ini, sebagian nama mereka akrab
di mata dan telinga. Mereka sahabat, guru sekaligus kawan dunia maya yang
sama-sama berjibaku di rumah sehat bernama Kompasiana. Meski aku bukan penggiat
tangguh seperti mereka, tapi paling tidak mengikuti sepak terjang mereka. Sebut
saja, Mba Niken, Mba Septin, Ibu Maria, Mba Annisa, Pak Daniel, Pak Piere
Barutu, Bang Herry N Sancoko, Bang Ken Hirai, Mba Aulia Gurdi, Pak Kate, Bang
Palti, Mba Yayat, Pak Muh Syukri, Pak Thamrin Dahlan, dan masih banyak lagi.
Nama-nama itu membuat buku ini terasa dekat. Meski mereka mungkin tak
mengenalku, tapi paling tidak aku mengenal mereka lewat karya-karya yang aduhai
di kompasiana.
***
Sampai pada suatu
senja, sambil menanti pertandingan Timnas U19 Indonesia berujicoba melawan Tim
Pra PON Jawa Timur. Kutarik buku bersampul oranye dengan judul “Jokowi (Bukan)
Untuk Presiden” yang catchy itu.
Seperti biasa untuk buku non sastra yang bukan prioritas bacaan, kugunakan
metode buka acak. Petang itu jariku melenting ke halaman 19, judulnya nampak biasa,
“Jokowi dan Sopir Taksi Solo” tanpa butuh pikir panjang aku sudah bisa menebak
kemana tulisan itu akan berujung. Puja puji dari seorang sopir yang mengagumi
Jokowi, dan itu benar. Berkurang nafsuku melanjutkan.
Tapi entah mengapa
petang itu mataku merapati kalimat-kalimat yang ditulis Septin Puji Astuti,
sejenak saja aku telah tersihir dengan gaya bertutur yang renyah dari Mba
Septin. Saya merenung lama ketika sampai pada kalimat “Tapi, kalau anak buahnya Jokowi itu harus jujur Mbak. Kalau ada kembalian,
ya dikembalikan. Nggak boleh itu diambil.” Kalimat yang dikutip Mbak Septin dari sopir
taksi itu sungguh-sungguh membuat aku berdesir. Luar biasa, Jokowi ini,
pikirku.
Meski demikian, sayangnya
Mba Septin tak memberi petunjuk lebih, siapa sebenarnya sopir taksi tersebut,
paling tidak namanya. Tulisan yang sebenarnya begitu indah tapi tak terlalu ada
intimitas dengan subyek yang ditulis. Di sisi lain, bagi orang-orang yang tak
terlalu percaya kisah ini, bisa saja memverifikasi tulisan Mba Septin kalau ada
nama dari sopir taksi itu, apalagi ada nama armadanya pula.
Ah, kekurangan kecil
itu tak membuat kisah yang ditulis Mba Septin kekurangan auranya. Tulisan ini
telah menjadi semacam gerbang penuh magnet yang akhirnya menyeretku masuk ke
pusaran buku. Segera kubalik halamannya ke arah depan. Berjumpa dengan tulisan
pertama milik Mba Niken, sosok yang cukup lama kukenal lewat karyanya, terutama
ketika aku masih sangat kerap menulis di Kompasiana medio 2010 dan 2011.
Judulnya sudah begitu
menarik perhatian “Jokowi : The Untold
Story”, semua orang merasa sangat perlu melihat Jokowi dari kedalaman, dan
tulisan Mba Niken memberikan itu. Kisah Jokowi ditilang polisi dan sisi-sisi
lain dari sosok satu ini sungguh membuatku makin penasaran dengan
artikel-artikel lain dalam buku yang merupakan kompilasi tulisan para
kompasianer ini.
Meski demikian aku
adalah orang yang berusaha sekecil mungkin menggunakan bahasa asing (Inggris)
dalam tulisan bahasa Indonesiaku, judul yang sebenarnya indah itu, tetap saja terasa
janggal bagiku. Selipan kata asing memang menjadi semacam ciri dari buku ini.
Setelah tamat membaca
buku ini, aku mencatat paling tidak ada sepuluh tulisan yang judulnya
mengandung bahasa Inggris.
1.
Jokowi “The Untold Story”
2.
Jokowi, Man of The Year 2012
3.
Menakar Peluang Jokowi di “Partai Away”-nya
4. “It’s the Change, Stupid”
5. Jokowi
“Effect”
6. Jokowi
Sombong dan Overconfidence ?
7. Jokowi,
Think Globally, Act Locally
8. Jokowi
: Private Inside, PNSOutside !
9. Jokowi,
Pencitraan, End !
10. Pak
Jokowi : Dari “Esemka” ke Made in China
Kalau kita telisik isi
dari semua tulisan lebih dari 20 tulisan menyelipkan bahasa asing di bagian
isi. Tentu saja tak apa-apa menggunakan bahasa asing untuk sebuah tulisan populer.
Tapi entah mengapa, aku sangat suka orang yang berusaha keras mencari padanan
kata asing dengan bahasa Indonesia. Beruntung ada Katedrarajawen yang menampilkan
sosok itu dalam buku ini. Tak satupun bahasa asing dalam artikelnya, biasanya
di Kompasiana pun itu ciri khasnya; lugas, singkat dan tak pakai kata asing.
Tapi sekali lagi ini
subyektifitas saya semata. Toh itu tak mengurangi keindahan tulisan-tulisan
dalam buku yang diterbitkan Elex Media Komputindo ini.
Oh ya, soal penerbit
yang satu ini keren juga, dulu saya mengenal penerbit mayor satu ini karena komik-komik
dan buku-buku bidang teknologinya, ternyata Elex Media telah jauh bergerak
meninggalkan ‘label’ lamanya. Buku ini salah satu pembuktian itu.
Lebih
dan Kurang Dalam Enam Bab
Kekuatan utama buku ini
adalah pada keragaman sudut pandang tulisan. Mulai dari hal-hal yang belum
terceritakan tentang Jokowi, penantang gagasan, pendukung gagasan, pencinta
hingga yang tak suka tali temali dalam rangkaian kisah. Beragamnya penulis ini
berimplikasi pada gaya tutur yang beragam pula. Ada yang asyik seperti sebuah
cerpen ada yang serius layaknya opini Kompas, ada yang menulis seperti acuh tak
acuh saja. Pokoknya kaya warna.
Selama ini buku tentang
Jokowi yang kutahu berisi satu sudut pandang saja. Baru kali ini kutemukan buku
tentang Jokowi yang ditulis dengan begitu kaya warna. Belum pernah ada juga
sebuah buku tentang Jokowi yang ditulis “orang-orang biasa”. Bisalah tulisan
dalam buku ini disebut sebagai suara “orang-orang biasa” tentang sosok luar
biasa.
Frasa “orang-orang
biasa” itu kulekatkkan dengan maksud bahwa para penulis bukanlah orang-orang di
lingkaran politik, bukan pula penulis ternama yang sengaja diupah untuk menulis
tentang seseorang. Tulisan-tulisan terasa begitu spontan dan apa adanya.
Namun spontanitas itu
juga membawa sisi lemahnya, banyak tulisan yang terasa ditulis begitu
tergesa-gesa, dan kejar tayang. Hingga terasa kurang benyawa dan kaku-kaku
saja. Satu hal yang patut pula dipuji dari buku satu ini adalah desain sampulnya;
sederhana, menarik dan mengundang mata untuk melirik. Hal ini kubuktikan saat
berada di sebuah toko buku, dari belasan buku tentang Jokowi, buku satu ini
langsung menarik mataku untuk merabanya. Lalu mengutak-atiknya halamnnya, dan
terakhir melihat label harganya. Ya lumayan juga harganya... J
***
Tulisan dalam buku ini
dihadirkan jauh hari sebelum Jokowi resmi menjadi calon presiden dari Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Tentu ada diantara penulis yang kecewa
ada pula yang suka cita menyambutnya. Tapi paling tidak buku ini sudah menjadi
semacam “mandat” rakyat kepada Jokowi.
Meminjam istilah Kang
Pepih Nugraha dalam pengantar buku “Inilah
buku pertama mengenai Jokowi yang dipandang dari sudur warga biasa, bukan dari
penulis buku, analis, atau jurnalis profesional. Karenanya warga biasa
memandang Jokowi lebih jujur dari sudut yang beragam bahkan tidak terduga...” Dan
benar saja, buku ini telah menampilkan hal tersebut. Aku yang semula tak
terlalu peduli dengan apa dan bagaiman Jokowi, akhirnya menjadi menggemari
tulisan-tulisan yang begitu luar biasa di buku ini.
Buku ini telah membuka
dialog, perdebatan dan juga pemahaman baru atas sosok bernama Jokowi, yang bisa
jadi akan memimpin negeri ini lima tahun ke depan nanti.
Judul
Buku : Jokowi (Bukan) Untuk Presiden
Penulis : Kompasiana (Lead Editor Nurullah)
Tahun
Terbit : 2013
Penerbit : Elex Media Computindo
Halaman
: 320 + xvi
Sumber ilustrasi : www.kompasiana.com
Note : Resensi ini terpilih sebagai pemenang favorit lomba resensi Kompasiana dan Elex Media
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.