Wednesday, January 2, 2013

       Ilustrasi, image by : Huzer Apriansyah (2010)


Membincang soal kampanye penggunaan kondom bagi kelompok beresiko, selalu akan mengundang perdebatan. Paling tidak ada tiga kelompok besar yang ada di negeri ini; Pertama, mereka yang menolak sama sekali kampanye penggunaan kondom, argumentasi utama kelompok ini adalah argumentasi religius. Kelompok kedua adalah yang meyakini bahwa penggunaan kondom adalah salah satu “senjata” ampuh mencegah penularan penyakit menular seksual (PMS) dan juga HIV-AIDS. Kelompok ketiga adalah kelompok yang tidak peduli sama sekali akan kehadiran kampanye penggunaan kondom bagi kelompok beresiko. Kelompok terakhir ini jumlanya tentu tidak sedikit.

Pada kelompok yang pertama dan kedua tentu saja memiliki basis argumentasi yang sama kuatnya. Masalah justru pada kelompok yang ketiga, mereka yang tidak tahu dan tidak peduli ini. Justru merekalah yang punya resiko tinggi terkena HIV/AIDS dan PMS. Dalam sudut pandang saya sebagai orang awam, realitas bahwa pengidap HIV/AIDS itu terus bertambah adalah sebuah fakta yang sulit diingkari. Maka, memang harus ada langkah yang sifatnya kolaboratif dalam mencegah meluasnya penderita HIV/AIDS.

Langkah kolaboratif itu harus melibatnya banyak pihak, paling tidak yang masuk dalam elemen langkah kolaboratif tersebut adalah :

1.  Kelompok agama harus bekerja keras untuk memahamkan pada pemeluknya untuk menjauhi zina atau pergaulan bebas. Ini akan mengisi sisi preventif dalam dimensi moral.

2.   Kelompok ilmuwan sosial, perguruan tinggi, pemerintah dan lembaga sosial masyarakat harus secara gigih pula memahamkan pada remaja dan juga orang dewasa mengenai dampak sosial yang ditimbulkan dari hubungan seks pra nikah. Di sisi lain pihak-pihak ini harus ikut mendorong peran keluarga sebagai basis pembentukan identitas dan karakter anak. Hal kedua ini termasuk dalam usaha preventif dalam dimensi sosial.

3.  Kelompok penggiat kampanye seks sehat (penggunaan kondom) tetap harus mengupayakan kampanye tersebut secara massif terutama kepada kelompok yang sangat beresiko. Hal ini bisa kita sebut sebagai usaha preventif dan kuratif dalam dimensi medis.

Dunia yang Tak Hitam Putih

Permasalahannya, ego lintas kelompok inilah yang sulit disatukan. Ada kelompok-kelompok yang menganggap kampanye kondom atau yang sejenis adalah bentuk kampanye atas seks bebas itu sendiri. Karena secara tidak langsung berusaha melegalkan seks bebas. Namun, dalam pandangan sederhana saya, dunia tidak bisa dilihat terlalu hitam-putih. Karena faktanya dalam sejarah agama-agama, agama kerap tidak mampu secara seratus persen menggaransi perilaku umatnya. Selalu ada penyelewengan perilaku umat.

Pertanyaannya apakah para penyeleweng ini harus dibiarkan terus terperosok, bahkan ditasbihkan sebagai orang yang layak mati karena perilaku selewengnya. Benarkah agama memahaminya demikian ?

Jika jawabannya tidak, maka tak ada alasan untuk melakukan pembiaran terhadap kelompok beresiko secara seksual. Untuk itu, mari kita lihat realitas dari statistik-statistik berikut

Kita mulai dengan melihat data 35 negara yang angka penderita HIV/AIDSnya tertinggi di dunia versi CIA Factbook 2011:

Tabel 35 Negara Dengan Angka Penderita HIV/AIDS Tertinggi

           Sumber : Diformulasi ulang dari CIA World Factbook, 2011 dan
           
Indonesia ternyata berada di urutan ke 21 dengan angka penderita HIV/AIDS sebanyak 270 ribu jiwa. Ini belum seberapa, jika kita menggunakan data terbaru yang dirilis UNAIDS dalam global report 2012, Indonesia berada di urutan ke 13 dengan 380 ribu penderita, berikut tabel 20 negara dengan penderita HIV/AIDS tertinggi versi UNAIDS :


                          Diolah dari : UNAIDS Report on the Global AIDS Endemic, 2012


Berikut dapat pula kita saksikan peta negara-negara dunia dengan tingkat populasi penderita AIDS.

                                  Sumber : Wikipedia.org (last modified 29 Desember, 2012)

Statistik di atas menunjukkan pada kita bahwa ancaman HIV/AIDS terhadap masa depan peradaban global dan Indonesia pada khususnya bukanlah isapan jempol belaka. Tinggal permasalahannya, maukah kita lebih bijak melihat permasalahan ini, tidak sekedar hitam putih. Anggapan bahwa penderita adalah para pendosa yang layak mendapat kenistaan dan hukuman, rasanya tak bisa dijadikan pijakan. Karena faktanya banyak penderita HIV/AIDS bukanlah para pendosa; anak yang diwarisi oleh orang tuanya, mereka yang secara tak sengaja terkena jarum suntik yang terinfeksi dan berbagai kemungkinan penyebab lainnya yang tak bisa dikatakan bahwa mereka pendosa.

Kalau saja mereka memang pendosa, apa lantas layak dibiarkan begitu saja ? Rasanya tidak. Maka, tak ada pilihan lain bagi dunia dan bangsa kita juga tentunya untuk melakukan langkah yang kolaboratif dan berkesinambungan untuk mencegah makin meluasnya penderita HIV/AIDS.

Berlomba-lombalah Dalam Kebaikan

Fastabiqul khairat (berlomba-lombalah dalam kebaikan), begitu Al Quran mengajarkan pemeluknya. Di luar apakah kemudian yang dilakukan itu benar atau salah, tapi paling tidak selama upaya tersebut diniatkan untuk kebaikan, mengapa tidak dicoba. Kalau ada yang meyakini bahwa kampanye penggunaan kondom sebagai sebuah langkah preventif, maka ini layak diapresiasi, jikalau ada yang tak setuju maka lakukan hal yang bisa menjadi konter atas langkah yang dilakukan pihak lain.

Jangan menghabiskan energi dengan debat berkepanjangan yang tak ada ujungnya, jangan pula saling menistakan kelompok. Jauh lebih baik berlomba dalam kebaikan. Apa yang dilakukan berbagai pihak dengan menggelar “Pekan Kondom Nasional 2012” lalu yang mengundang penolakan dari beberapa pihak (bacadisini dan disini) juga layak diapresiasi sebagai usaha kolaboratif mencegah penyebaran HIV/AIDS. Jika ada yang tak setuju dengan kampanye seperti ini, maka lakukan kegiatan pembanding yang muaranya sama, mencegah penyebaran HIV/AIDS. Sehingga energi kita tidak habis hanya untuk saling menyerang dan menjatuhkan.

Pada akhirnya, mengutip kalimat Barrack Obama,
“The best way to not feel hopeless is to get up and do something. Don’t wait for good things to happen to you. If you go out and make some good things happen, you will fill the world with hope, you will fill yourself with hope.”

Maka, saatnya kita mengusahakan kebaikan bersama. Apapun strategi dan langkahnya selama hal tersebut bermuara pada kebaikan, maka layak kita apresiasi. 


0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Popular Posts