Nusantara
telah terhubung dengan berbagai bangsa di dunia sejak lama[i],
manusia dari berbagai penjuru telah menjadikan nusantara sebagai sebuah basis
ekonomi. Kolonialisme bangsa-bangsa Eropa telah menarik banyak bangsa-bangsa
menanamkan kepentingan dan pengaruhnya di tanah air. Maka, jika berbicara
mengenai sejarah nusantara sejatinya tak bisa lepas dari sejarah banyak bangsa
di dunia. Di luar bahwa hubungan yang terbangun bersifat eksploitatif namun
tetap saja sebagai sebuah fase sejarah hal tersebut menarik untuk diketengahkan
sebagai realitas.
Salah satu bukti sejarah yang masih banyak dimiliki
Indonesia adalah pabrik-pabrik gula yang banyak tersebar khususnya Pulau Jawa. Dalam aspek kesejarahan
pabrik-pabrik tersebut memiliki makna yang tinggi sebagai saksi proses panjang
kolonialisme di Indonesia. Bicara tentang pabrik gula di nusantara dalam
konteks sejarah maka sebenarnya kita tengah berbicara tentang interaksi antara
penduduk nusantara, pedagang Eropa dan juga para pebisnis China ketika itu.
Tentu saja hal ini jika dikemas dengan menarik akan mengundang minat banyak
pelancong yang ingin mengenang suasana romantis historis dari masa lalu
peradaban.
Jika
di Indonesia industri gula identik dengan kolonialisme, di Amerika Selatan dan
Utara industri gula indentik dengan perbudakan, dan kini sisa-sisa kejayaan industri gula
di Amerika Utara dan Selatan tersebut telah dijadikan semacam monumen “hidup”.
Monumen yang menjadi pengingat bagi umat
manusia betapa dunia pada masanya pernah berada dalam masa kelam kemanusiaan.
Tempat-tempat-tempat tersebut kini banyak dikunjungi orang dari berbagai belahan bumi.[ii]
Di sisi lain perkembangan pariwisata dunia berlangsung
dengan cepat, pergerakan manusia dari satu negara ke negara lain telah menjadi begitu
laju dan dalam kuantitas yang besar. Hal ini menjadi sebuah peluang bagi industri
gula tanah air terutama PTPN X untuk secara serius menggarap potensi wisata
pabrik gula.
Mengapa
Wisata Pabrik Gula Menjanjikan ?
Bicara mengenai
potensi wisata pabrik gula maka kita harus melihatnya dari sisi internal dan
juga eksternal yang bisa mendorong wisata pabrik gula diminati baik pada level
nasional maupun internasional.
Aspek Internal
Paling tidak ada
beberapa kekhasan yang dimiliki
pabrik gula tua dan tak secara utuh dimiliki jenis wisata
lain, yaitu ;
1.
Nilai
historis dari pabrik-pabrik gula yang sudah berusia di atas
satu abad tentu akan menjadi daya tarik, terutama menyangkut kisah-kisah
sejarah di sekitar pabrik tua tersebut. Kisah seputar perlawanan penduduk lokal,
kisah cinta antara penduduk lokal dengan para pegawai pabrik yang bangsawan
asing, serta berbagai kisah sejarah yang sifatnya humanis dan melegenda pasti
akan menarik keingintahuan. Selama ini kisah-kisah di seputar pabrik gula yang
melegenda dan hidup dalam keseharian warga cenderung diabaikan. Padahal ini aset
berharga, harus dikemas sedemikian rupa hingga bisa menjadi daya tarik wisata.
2.
Arsitektur
tua (Heritage) dari pabrik-pabrik gula dan juga
rumah-rumah tua di sekitar pabrik adalah aset yang pasti akan menarik
perhatian. Apalagi gedung-gedung tersebut dilakukan perbaikan namun tidak mengubah
bentuk aslinya. Di sisi lain perlu ada semacam dokumentasi historis menyangkut
bangunan-bangunan tersebut. Misal saja untuk rumah-rumah tua di seputar pabrik
akan sangat menarik jika didokumentasikan pemilik/penghuni rumah tersebut dari
awal didirikan hingga saat ini. Disertai juga dengan sedikit kisah tentang para
pemilik rumah tersebut.
3.
Kehidupan
komunitas di seputar pabrik merupakan daya tarik tersendiri
bagi wisatawan, terutama wisatawan manca negara. Bagaimana keseharian penduduk lokal
terutama mereka yang bekerja di ladang-ladang tebu tentu akan menjadi
pengalaman tersendiri bagi wisatawan. Jika memungkinkan ada semacam homestay dimana rumah para peladang tebu
dijadikan tempat bermalam, tentu ini akan sangat menarik. Disamping itu, juga bisa menambah pendapatan
komunitas.
4.
Unsur
mistis yang biasanya lekat dengan pabrik gula tua,
disadari atau tidak akan menjadi nilai lebih bagi wisata pabrik gula tua.
Ketertarikan manusia akan hal-hal yang bersifat metafisik akan mendorong orang
mengunjungi tempat-tempat tersebut. Pada akhirnya bisa saja ada semacam wisata
malam yang mencoba mengeksplorasi dimensi mistis di pabrik-pabrik gula tua.
5.
Nilai
edukasi juga bisa menjadi nilai tambah dalam wisata pabrik
gula. Wisatawan bisa diajak untuk memahami bagaimana proses produksi gula,
kemudian juga bisa diajak untuk melihat lebih dekat bagaimana pekerja pabrik
gula melakukan aktivitas kesehariannya di pabrik. Di sisi lain wisatawan juga
bisa diajak mempelajari konsumsi gula yang tepat bagi tiap individu, resiko
kesehatan jika gula dikonsumsi diluar batas normal dan berbagai nilai edukasi
lainnya bisa menjadi aset tersendiri.
6.
Unsur
romantis historis bisa juga dimunculkan dengan menjadikan
kereta tebu (Lori) sebagai salah
satu ikon transportasi bagi para wisatawan. Terutama untuk lokasi pabrik yang
masih memiliki jalur lori yang baik dan memungkinkan untuk dikembangkan.
Enam hal di atas jika dikelola
secara sungguh-sungguh dan penuh kecermatan menurut saya kelak bisa menjadikan
wisata pabrik gula tua sebagai salah satu andalan wisata nusantara.
Aspek Eksternal
Disamping keunggulan
dalam aspek internal yang dimiliki pabrik gula tua, ada beberapa faktor yang
secara eksternal bisa
membuat wisata pabrik gula menjadi sangat menjanjikan.
1.
Tren
wisata dunia menunjukkan heritage, cultural and historical tourism telah menjadi salah satu
tren wisata dunia. Onecarribean[iii],
sebuah organisasi yang fokus dalam wisata budaya, sejarah dan warisah peradaban
menunjukkan bahwa wisatawan untuk kategori ini mencapai 20% dari total angka
seluruh wisatawan dunia, artinya ada sekitar 160 juta wisatawan per tahun dalam
ketegori wisata ini. Kondisi tersebut baru dari sisi wisatawan mancanegara,
belum lagi potensi wisatawan domestik.
2.
Karakter
wisatawan dunia terkini menurut laporan dari TOUREG project, Yunani memiliki karakter
yang berbeda jauh dengan karakter wisatawan konvensional di decade sebelumnya.
Adapun perbedaan tersebut bisa kita lihat dalam tabel berikut :
Approach
|
Conventional
tourism
|
New forms
of tourism
|
Forms of
tourism
|
Sun, sea
and sand tourism (S3)
|
Alternative forms of tourism :
|
Agrotourism
|
||
Ecotourism
|
||
Cultural
|
||
Trekking
|
||
Nature
|
||
Mountain
(winter) tourism
|
Special Interest tourism :
|
|
Conference
|
||
Business trips
|
||
Maritime
|
||
Religious
|
||
Health/spa
|
||
Educational
|
||
Sport
|
||
Adventure
|
||
Mode of
organisatio
|
Mass tourism
|
Small groups of
|
Individuals
|
tourists
|
|
Social tourism
|
Individuals
|
|
Second residence
|
Social tourism
|
|
Tourist
behaviour
|
Indifference
|
Responsibility
|
High consumption
|
Use of resources (not
|
|
(depletion of
|
consumption)
|
|
resources)
|
||
State of
tourism activity
|
Not sustainable tourism
|
Green tourism
|
Economically
|
||
sustainable tourism
|
||
Sustainable tourism
|
Sumber : Vagianni and Spilanis (2004)
dalam TOUREG Project[iv]
Report 2009
Dua kondisi eksternal yang bersifat global dalam industri
wisata secara jelas memperlihatkan bahwa pabrik gula tua punya peluang untuk
dijadikan sebuah model wisata alternatif. Apalagi kalau kita cermati tren perubahan
kecenderungan pariwisata dunia dari konvensional, wisatwan cenderung menjadikan
budaya, sejarah, petualangan dan hal-hal baru lainnya sebagai bentuk wisata
yang digemari. Disamping itu pola wisatawan dalam berwisata cenderung makin
selektif dan berupaya mencari tujuan (destinasi) baru yang menarik dan bernilai.
Melihat keunggulan secara internal yang dimiliki pabrik
gula sebagai potensi wisata dan juga faktor eksternal kondisi kepariwisataan
global, peluang menjadikan pabrik gula sebagai destinasi wisata baru sangatlah
menjanjikan. Namun, untuk mencapai itu ada beberapa tahapan yang perlu
dilakukan secara cermat, sistematis dan melibatkan banyak pihak.
Menuju
‘Wisata Pabrik Gula’
Untuk mewujudkan
mimpi menjadikan pabrik gula sebagai salah satu destinasi wisata tentu saja
membutuhkan proses yang tak singkat. Paling tidak ada empat fase yang harus
dilakakukan, seperti tergambar dalam began berikut;
Fase pertama adalah
mendengar suara komunitas, sebelum melangkah jauh, hal terpenting dilakukan adalah
mendapat dukungan dari komunitas. Komunitas yang dimaksud adalah komunitas
pekerja, kemudian yang tak kalah penting adalah komunitas masyarakat sekitar
pabrik. Suara komunitas menjadi mutlak karena kelak merekalah yang akan menjadi
aktor utama dalam wisata pabrik gula. Jika sedari awal mereka tidak dilibatkan
maka rasa memiliki mereka akan sangat kecil.
Fase kedua adalah
melakukan studi kelayakan yang sifatnya komprehensif, pada fase ini juga
potensi bisnis, unsur wisata dan berbagai aspek digali dan dipertimbangkan
secara mendalam. Fase ketiga adalah
inisiasi instrumen wisata, setelah diyakini komunitas mendukung, kemudian
secara bisnis, sosial, budaya dan sebagainya layak, barulah masuk pada fase
inisiasi instrumen wisata. Didalamnya adalah mempersiapkan unsur wisata secara
fisik, perbaikan gedung (tanpa meninggalkan arsitektur aslinya), kerjasama
dengan pihak travel agent di berbagai
penjuru dunia serta yang tak kalah penting adalah mempersiapkan komunitas yang
ada di sekitar pabrik gula untuk siap menghadapi kunjungan wisatawan. Setelah
fase inisiasi instrumen wisata ini berjalan, barulah masuk pada Fase keempat, yaitu promosi wisata.
Promosi
Wisata Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi
UNWTO
(United Nations-World Tourism Organization) dalam laporannya tahun 2011,
menunjukkan bahwa peran teknologi informasi menjadi referensi utama wisatawan
dalam memutuskan kemana dan bagaimana wisata mereka. Hal ini juga diperkuat dengan
riset yang dilakukan oleh Department of Tourism Management Alexander
Technological Educational institute dan Technical University of Crete Yunani,
dalam laporannya mereka menyebutkan bahwa kehadiran website yang khusus dalam
bidang pariwisata telah menjadi picu penting dari ledakan angka wisatawan
dunia.
Disadari atau tidak dunia memang telah semakin
dipengaruhi oleh teknologi informasi dan komunikasi. Masih dari laporan yang
dilakukan universitas di Yunani tersebut, mereka juga menyebut bahwa kehadiran
smartphone ikut mempengaruhi pola pariwisata dunia. Dengan kata lain teknologi
informasi dan komunikasi sanagt mempengaruhi wisatawan dalam memutuskan kemana
mereka berpariwisata.
Melihat realitas pariwisata global dan tren yang
mengikutinya, maka pilihan yang sangat rasional dan menjanjikan jika kelak
pengelola wisata pabrik gula menjadikan teknologi informasi dan komunikasi
sebagai basis utama dalam promosi wisatanya. Paling tidak ada dua pertimbangan
mengapa jalur ini yang tepat untuk promosi; Pertama,
efektifitas promosi. Kedua,
minimalisasi anggaran promosi. Daripada harus melakukan pameran wisata kesana
kemari dengan anggaran yang cukup besar, maka medium teknologi informasi dan
komunikasi bisa menekan anggaran promosi secara signifikan.
Format promosi lewat media sosial seperti facebook, twitter,
dan sebagainya bisa menjadi medium yang tetap dalam berpromosi. Kedekatan
antara pengelola wisata pabrik gula dan calon wisatawan bisa diperkuat melalui
media sosial. Hal ini juga memungkinkan calon wisatawan berinteraksi secara
intensif dengan pengelola.
Bukan Mimpi Kesiangan
Impian
menjadikan pabrik gula sebagai destinasi wisata tentu saja butuh proses tapi
jika menimbang hal-hal seperti yang telah disebut dalam tulisan ini, maka bukan
impian semusim. Ini adalah sesuatu yang layak diperjuangkan. Lebih dari sekedar
aspek bisnis, wisata pabrik gula juga bisa menjadi semacam “monument” bagi umat
manusia untuk selalu sadar bahwa bentuk eksploitasi sesame manusia adalah
sesuatu yang layak dilawan. Sejarah di sputar industri gula di tanah air bisa
membawa pesan tersebut. Di sisi lain dalam konteks nasionalisme, wisata pabrik
gula adalah sarana anak bangsa merenungkan sebuah fase perjuangan yang pernah
dilakukan anak-anak negeri pada masanya untuk merebut kedaulatan. Pemberontakan
di seputar pabrik-pabrik gula adalah dimensi lain dari perjuangan bangsa ini,
layak dikenang sepanjang zaman.
[i] Kedatangan awal bansa Eropa tercatat
pada awal abad 16 tepatnya (1511), bangsa Eropa yang pertama kalidatang adalah
Portugis.
[ii] Artikel : Virginia Mescher , “HOW SWEET IT IS!” A HISTORY OF SUGAR and SUGAR REFINING
IN THE UNITED STATES, 2005.
[iii] Sumber : http://www.onecaribbean.org/content/files/CulturalCaribbeanNicheMarkets-5.pdf
[iv] TOUREG project adalah sebuah proyek
yang mengupayakan sebuah inovasi bagi pengembangan wisata yang dilakukan oleh Department of Tourism Management of the Alexander Technological Educational Institute of Thessaloniki, Greece and the Technical University of Crete, Greece
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.