Friday, October 14, 2011

“…Mereka tidak menjala di pinggir laut, tapi memancing. Kurang efektif memang, tapi mereka yakin menjala hanya akan merusak karang dan ikan akan makin sedikit…” (Achala,Humanitarian Worker in Srilanka)
13185885892140969610
Beginilah Mereka Memancing/@huzera

Memancing tercatat sebagai salah satu kebudayaan tertua umat manusia. National Geographicmencatat memancing telah dikenal oleh manusia sejak 40 ribu tahun yang lalu atau tepatnya ketika zaman upper Paleolithic atau dikenal juga dengan Late Stone Age. Tradisi memancing terhampar di hampir seluruh peradaban manusia. Dimanapun kita berada di muka bumi, rasa-rasanya kita bisa menemukan apa yang disebut memancing.

Srilanka, Negara yang berada dalam perang saudara sejak 1983 dan baru saja pada 2009 mencapai perdamaian juga memiliki tradisi memancing. Bahkan cara memancing di Srilanka ini sering disebut sebagai cara memancing terunik di dunia. Mengapa unik ? Nah tulisan ringan ini, mencoba menjawab mengapa itu unik.

Eksotisme
Mungkin tiap orang yang pertama kali melihat nelayan srilanka memancing di pinggir pantaiakan berdecak kagum sembari bergumam.. “Oh…my God”, “Wooow kereeen..” atau ada yang bilang “Busyet…ngeriii amaat..” Paling tidak itulah ekspresi yang saya temukan dari empat orang rekan saya yang secara bersamaan melihat memancing unik a la Srilanka untuk pertama kalinya. Gadis Thailand yang bersama kami bahkan mengucap OMG lebih dari tiga kali. Dia bilang it’s amazing.

13185888062051359348
Seorang nelayan dengan santai menikmati mancing…/@huzera
Sayapun tak luput dari kekaguman akan eksotisme itu. Sebuah tiang kayu yang diameternya tak lebih dari 5-7 sentimeter menopang seorang nelayan di pinggir laut, dengan kedalaman antara 0,5 – 2 M. Mereka bisa bertahan memancing dalam keadaan yang sangat tidak nyaman bagi orang kebanyakan itu hingga 8 jam. Mereka memancing, makan, minum dan sesekali ber-sms dari sepotong tiang kayu itu.

Memancing memang oleh banyak orang adalah bagian dari rekreasi (recreation fishing) tapi bagi nelayan-nelayan Srilanka ini adalah penopang utama kehidupan mereka. Ikan Koraburuwa dan Bolla adalah ikan yang paling banyak mereka tangkap dari memancing di pinggir pantai ini.Koraburuwa, adalah ikan baring (saya tak tahu pasti apa nama ikan ini di Indonesia) dan Bolla adalah ikan makarel. Menurut salah satu penduduk yang sempat saya jumpai di Matara district. Sehari biasanya mereka bisa menghasilkan 100 LKR (Rupees) hingga 500 Rupees. Kurang lebih Rp. 8000 hingga Rp.45.000.

Penelusuran saya juga menemukan bahwa seni memancing ini telah ada sejak perang dunia kedua, paling tidak itu
13185890382692901
Hasil Tangkapan Pemancing yang langsung dijual/@huzera
yang tercatat dalam sejarah yang ditulis Kolonial Inggris. Tapi menurut Achala, teman saya di Srilanka yang bekerja di sebuah Lembaga Humanitarian Internasional, seni memancing itu sudah ada jauh sebelum Kedatangan Inggris, paling tidak itu yang ia dengar dari orang-orang tua di Srilanka.

Kearifan
Saya sungguh terpesona dengan prihal mengail di Srilanka ini. Saya mencoba tak berhenti hanya sebatas melihat dan mengangumi cara memancing ini hanya dari melihat. Saya mencoba berbincang dengan beberapa nelayan disana, dengan bantuan translasi dari Achala. Saat menuliskan ini saya tak ingat nama nelayan itu, tapi yang saya ingat bahwa ia sangat menikmati cara memancing itu, tak ada sedikitpun rasa takut atau tak nyaman selama berada di atas tiang mungil yang menyangganya di laut.

Menurut nelayan itu yang kadnag susah kalau mau buang air, tapi biasanya kalau buang air kecil..ya dicuuur aja langsung ke laut katanya..Achala terbahak saat menterjemahkan kalimat itu ke saya. Achala bilang, susah cari padanan katanya..

Saya setelah puas “dicuuur” aja sama Bapak Nelayan dengan tatapan tajam itu, saya mencoba mengeksplorasi Achala. Achala memang bukan nelayan yang menjalani kehidupan nelayan, ia dating dari kela menengah Srilanka yang mengenyam pendidikan Eropa dan bekerja untuk lembaga internasional. Tapi pikirku paling tidak ia punya perspektif yang locally.

Achalalah yang mengatakan pada saya bahwa seni memancing ini telah menjadi semacam ikon pariwisata Srilanka, sesuatu yang tidak akan didapati di belahan dunia manapun selain disini, kata Achala. Tapi bukan itu yang membuat saya benar-benar terperanjak, karena memang begitulah seharusnya. Di Negara yang berkutat lama dengan perang sipil ini tak banyak yang bisa “dijual” dalam pariwisata, dan pemerintah Srilanka memaksimalkan yang sedikit itu.

13185894641502175498
Kearifan akan keseimbangn hidup dengan alam talah diajarkan pada anak2 Srilanka di perdesaan/@huzera
Ketika Achala berkata bahwa sebenarnya yang mendasari mereka bersusah-susah mincing itu adalah kesadaran tradisional mereka. Apa itu ? mereka sedari kecil diajarkan untuk tidak “mengusik” ikan-ikan di pinggir pantai. Usut punya usut, hal ini terkait dengan fungsi pinggiran laut sebagai tempat berkembanngnya ikan dan udang yang bersembunyi dan berkembang di balik karang-karang. Artinya masih sangat banyak ikan-ikan kecil yang belum layak konsumsi. Karena itulah mereka memancing, bukan menjala. Padahal dengan jala akan banyak yang mereka peroleh.

Menjala akan membuat ikan-ikan kecil terbawa, udang-udang kecil terbawa, dan bisa jadi juga ikut merusak terumbu karang. Sedangkan memancing, tentu hanya ikan-ikan dnegan ukuran layak konsumsi yang bisa dapat, karena ini sesuai dengan mata kail mereka. Saya mencoba mengkonfirmasi keterangan Achala dengan opini penduduk disana, ternyata benar, mereka memliki keyakinan kalau menjala akan membuat dewa marah, bahkan mereka juga memiliki hari dimana mereka tidak boleh menangkap ikan. Kalau mau ditelusuri ini tentu berkaitan dengan siklus perkembangan ikan. BUkankah ikan juga perlu sesekali tak harus was-was tiap memakan mangsa, karena takut bahwa mangsa itu adalah umpan pancing.

Bahkan menurut sebagian warga pesisir di Matara ini, mereka menganggap tsunami yang ikut memporak porandakan hidup mereka di penghujung 2004 adalah bentuk teguran dari langit atas keserakahan mereka.

Sungguh pandangan genuine masih hidup di antara nelayan-nelayan ini. Kira kira tangkaplah secukupnya saja, tinggalkan untuk esok hari.. sulit dipahami rasio pasar seperti hari ini. Rasio pasar akan bilang “..Tangkaplah sebanyaknya…karena laba menanti..esok ya biarlah esok..”
Takjub saya, ternyata penduduk yang bergelut dengan kemiskinan karena perang dan minimnya sumber daya itu tak menjadi lata dan rakus karena kesulitan-kesulitan.

***
Kunjungan pertama saya ke Srilanka adalah pada Oktober 2009, saat itulah saya pertama kali melihat seni memancing ini. Memancing di Srilanka ternyata tak melulu soal ikan tapi banyak soal didalamnya. Tak dinyana, kearifan memang bisa ditangguk dimanapun, termasuk di negeri yang bertabur konflik ini.
13185896071263591374
Bukan mancing biasa, ada kearifan dibaliknya/@huzera
Mewartakan pada dunia akan eksotisme Srilanka tanpa membawa nilai yang ada di dalamnya rasanya masih kurang. Kearifan ternyata yang menjadi nadi atas eksotisme itu. Semoga bermanfaat…

Bohemestutii
#Greeting Srilanka yang artinya kalau tidak salah terima kasih. Satu-satunya kosakata yang saya tahu dan ingat..

0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Popular Posts